Sabtu 01 Apr 2023 19:41 WIB

Bantuan Jangka Panjang ke Lebanon Bergantung Pada Kesepakatan IMF

Paket bailout IMF senilai 3 miliar dolar AS untuk Lebanon sebagian besar terhenti.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Gedung Dana Moneter Internasional (IMF) Washington DC. Seorang pejabat Uni Eropa pada Jumat (31/3/2023) mengatakan  bantuan jangka panjang untuk Lebanon bergantung pada kesepakatan dengan IMF.
Foto: EPA/MATTHEW CAVANAUGH
Gedung Dana Moneter Internasional (IMF) Washington DC. Seorang pejabat Uni Eropa pada Jumat (31/3/2023) mengatakan bantuan jangka panjang untuk Lebanon bergantung pada kesepakatan dengan IMF.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Seorang pejabat Uni Eropa pada Jumat (31/3/2023) mengatakan  bantuan jangka panjang untuk Lebanon bergantung pada kesepakatan dengan Dana Moneter Internasional (IMF).

Komisaris Uni Eropa untuk Manajemen Krisis Janez Lenarčič mengatakan, Uni Eropa akan memberikan 60 juta euro dalam bantuan kemanusiaan ke Lebanon pada 2023. Jumlah bantuan ini meningkat 20 persen dari tahun lalu.

Baca Juga

Tetapi, Lenarčič memperingatkan bahwa bantuan semacam itu bukan solusi jangka panjang yang berkelanjutan untuk mengatasi krisis keuangan besar-besaran Lebanon. Dia mengatakan, untuk keluar dari krisis Lebanon perlu memilih seorang presiden dan menandatangani kesepakatan dengan IMF.

"Ini akan membuka dukungan keuangan yang substansial, juga dari Uni Eropa yang seharusnya membantu Lebanon pulih dari keruntuhan," ujar Lenarčič.

Kemajuan menuju penyelesaian paket bailout IMF senilai 3 miliar dolar AS untuk Lebanon sebagian besar terhenti.

Sejak mencapai kesepakatan awal dengan IMF hampir setahun yang lalu, para pejabat Lebanon telah membuat kemajuan terbatas pada reformasi yang diperlukan untuk mencapai kesepakatan. Termasuk restrukturisasi utang negara dan sistem perbankan, mereformasi sistem kelistrikan publik yang hampir tidak berfungsi, dan melakukan reformasi tata kelola.  

Para pejabat IMF mengatakan kelambanan yang terus-menerus akan membuat negara itu berada dalam krisis tanpa akhir yang dapat menyebabkan hiperinflasi. Lenarčič juga menanggapi meningkatnya kecemasan atas kehadiran lebih dari 1 juta pengungsi Suriah di Lebanon.

Dia mengakui bahwa kehadiran pengungsi dalam jumlah besar merupakan tantangan, tetapi tidak membebaskan Lebanon dan para pemimpinnya dari tanggung jawab mereka untuk menyediakan layanan dasar.

“Krisis saat ini yang dialami Lebanon tidak diciptakan oleh para pengungsi Suriah,” kata Lenarčič.

Lenarčič menambahkan, posisi Uni Eropa adalah bahwa kondisi di Suriah masih belum tepat bagi para pengungsi untuk kembali dengan aman dan sukarela. Pada saat yang sama, dia mengatakan, Uni Eropa juga belum siap untuk mempertimbangkan pencabutan sanksi atau pendanaan rekonstruksi besar-besaran di Suriah.  

Negara-negara Arab Teluk yang kaya minyak yang sebelumnya memutuskan hubungan dengan Damaskus telah meningkatkan upaya untuk menormalkan hubungan dengan pemerintah Presiden Suriah Bashar Assad sejak gempa dahsyat bulan lalu.

Lenarčič mengatakan dana rekonstruksi besar tidak tersedia untuk Suriah sampai ada kemajuan nyata menuju resolusi politik. Pemberontakan d Suriah berubah menjadi perang saudara yang sekarang telah memasuki tahun ke-13.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement