Ahad 02 Apr 2023 13:45 WIB

Rusia Genjot Produksi Senjata Presisi Tinggi, Gandakan Pasokan untuk Pasukannya di Ukraina

Rusia meningkatkan produksi senjata untuk menambah pasokan amunisi perang.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Reiny Dwinanda
Rusia tambah pasokan senjata (Ilustrasi). Pasokan persenjataan dan amunisi untuk pasukan Rusia di Ukraina bakal digandakan.
Foto:

Pada Kamis lalu, Kantor Pengawasan Aset Luat Negeri Departemen Keuangan AS mengumumkan sanksi terhadap Ashot Mkrtychev. Dia adalah warga negara Slovakia yang dituduh memfasilitasi kesepakatan senjata antara Rusia dan Korut.

Menurut Departemen Keuangan AS, antara akhir 2022 hingga awal 2023, Mkrtychev terlibat dalam mengatur kesepakatan barter antara Moskow dan Pyongyang. Dalam kesepakatan itu, Korut mengirimkan lebih dari 20 jenis senjata dan amunisi untuk Rusia.

Sebagai gantinya, Korut akan memperoleh uang tunai, pesawat komersial, komoditas, dan bahan baku. Mkrtychev bekerja dengan pejabat dari kedua belah pihak untuk membuat kesepakatan itu terjadi. Mkrtychev pun disebut bekerja dengan seorang warga negara Rusia guna menemukan pesawat komersial untuk mengirimkan muatan ke Korut.

"Rusia telah kehilangan lebih dari 9.000 peralatan militer berat sejak dimulainya perang, dan sebagian berkat sanksi multilateral dan kontrol ekspor, (Presiden Rusia Vladimir) Putin menjadi semakin putus asa untuk menggantinya. Skema seperti kesepakatan senjata yang dilakukan oleh individu ini menunjukkan bahwa Putin beralih ke pemasok upaya terakhir seperti Iran dan Korut, kata Menteri Keuangan AS Janet Yellen dalam sebuah pernyataan.

Mkrtychev ditempatkan dalam daftar hitam sanksi Departemen Keuangan AS. Artinya warga Amerika dan lembaga bisnis seperti bank yang memiliki cabang Amerika dilarang berurusan dengannya.

"Kami tetap berkomitmen untuk menurunkan kemampuan industri militer Rusia, serta mengungkap dan melawan upaya Rusia untuk menghindari sanksi dan mendapatkan peralatan militer dari (Korut) atau negara lain yang siap mendukung perangnya di Ukraina," kata Yellen.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement