REPUBLIKA.CO.ID, LISBON -- Ribuan warga Portugal turun ke jalan-jalan Lisbon dan kota-kota lain di seluruh negeri. Mereka memprotes kenaikan harga dan sewa perumahan di tengah inflasi tinggi yang membuat masyarakat semakin sulit memenuhi kebutuhan hidup.
"Saat ini terjadi krisis perumahan yang sangat besar, ini kedaruratan sosial," kata Rita Silva dari organisasi perumahan Habita dalam unjuk rasa di Lisbon, Ahad (2/4/2023).
Portugal salah satu negara Eropa barat paling miskin. Data pemerintah menunjukkan lebih dari 50 persen pekerja menerima kurang dari 1.000 euro atau 1,084 dolar AS per tahun. Dengan upah minimum bulanan 760 euro.
Confidencial Imobiliario yang mengumpulkan data perumahan mengungkapkan harga sewa di Lisbon yang merupakan destinasi wisata naik 65 persen dari tahun 2015. Dalam periode yang sama harga jual naik 137 persen.
Data dari perusahaan real estat Casafari mengungkapkan tahun ini saja harga sewa naik 37 persen, lebih tinggi dibandingkan Barcelona dan Paris. Situasi ini menyulitkan bagi kelompok muda.
Penelitian situs perumahan Imovirtual menemukan rata-rata harga sewa apartemen satu kamar tidur di Lisbon sekitar 1.350 dolar AS. Bulan lalu pemerintah mengumumkan paket kebijakan perumahan, salah satu langkahnya mengakhiri skema "Golden Visa" yang kontroversial dan melarang izin baru bagi prorti Airbnb.
Tapi kritikus mengatakan langkah itu tidak cukup untuk menurunkan harga perumahan dalam waktu singkat. Dalam unjuk rasa yang digelar gerakan "Home to Live" dan kelompok lain, seorang ilustrator berusia 35 tahun Diogo Guerra mengatakan setiap hari ia mendengar cerita tentang orang-orang yang kesulitan mendapatkan perumahan.
"(Cerita) masyarakat yang bekerja dan menjadi tunawisma, cerita orang-orang yang diusir karena rumah mereka diubah menjadi akomodasi singkat (bagi turis)," katanya.
Broker asuransi CIA mengungkapkan rendahnya upah minimum dan tingginya biaya sewa menjadi Lisbon kota yang paling tidak layak huni nomor tiga di dunia. Inflasi Portugal yang mencapai 8,3 persen memperburuk masalah.
"Dengan gaji saya yang lebih tinggi dibanding rata-rata gaji di Lisbon, saya tidak mampu menyewa sebuah apartemen karena terlalu mahal," kata seorang eksekutif penjualan dari Italia Nuncio Renzi yang tinggal di Lisbon.