Rabu 05 Apr 2023 17:15 WIB

Macron Ingin Memuluskan Hubungan dengan China

Isu sensitif yang membentang di antara mereka, Taiwan dan hubungan dengan Moskow.

Pin Bendera Prancis dan Cina (ilustrasi)
Pin Bendera Prancis dan Cina (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Presiden Prancis Emmanuel Macron mendarat di China, Rabu (5/4/2023). Kedatangan Macron di Beijing tak berselang lama dari kunjungan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen. Tujuan dua pemimpin ini sama, memuluskan hubungan dengan China. 

Keduanya juga membawa isu senada, yakni mengenai Ukraina dan risiko dagang. Ini kunjungan pertama Macron ke China sejak 2019. Sebelum ke China, ia berbicara dengan Presiden AS Joe Biden mengenai upaya merangkul Presiden China Xi Jinping. 

Terutama dalam mengupayakan penyelesaian konflik Ukraina, dengan pendekatan Beijing ke sekutu dekatnya, Rusia. Bagi Macron yang di dalam negeri menghadapi gelombang aksi massa, perjalanan ini membuka kesempatan keuntungan ekonomi. 

Sebab, ia tak sendirian dalam perjalanan ke Beijing tetapi membawa 50 delegasi usaha. Di antaranya Airbus yang akan bernegosiasi mengenai pemesanan pesawat dalam skala besar. Sementara, von der Leyen belum pernah ke China lagi sejak tiga tahun lalu.

Hal itu bersamaan dengan pandemi Covid-19.  China memberlakukan kebijakan ketat, pertemuan-pertemuan diplomatik dilakukan secara daring. Saat itu, hubungan China-Eropa suram karena pakta investasi yang mandek pada 2012. 

Selain itu, Beijing menolak mengecam serangan Rusia terhadap Ukraina. Namun, sejumlah pengamat pesimistis kunjungan Macron maupun von der Leyen membuahkan hasil. 

Menurut mereka, berharap adanya penandatanganan kesepakatan bakal sangat oportunistik di tengah ketidakpercayaan China terhadap AS dan sekutu Baratnya. Isu sensitif yang membentang di antara mereka, Taiwan dan hubungan dengan Moskow. 

‘’Ini bukan waktu yang tepat mengumumkan kesepakatan bisnis atau investasi baru,’’ujar Noah Barkin, analis dari Rhodium Group. Von der Leyen mengatakan, Uni Eropa mesti mengurangi risiko hubungan dengan Beijing. 

Di dalamnya termasuk membatasi akses China ke teknologi sensitif dan mengurangi ketergantungan pada input penting, seperti mineral penting, juga baterai, panel surya, dan produk teknologi bersih lainnya. 

Macron mengundang von der Leyen dalam perjalanannya ke China untuk menegaskan persatuan Eropa. Menyusul, kritik para pejabat Prancis kepada Kanselir Jerman Olaf Scholz yang pergi ke China sendirian, akhir tahun lalu. n

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement