REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pemerintah Rusia telah meminta Israel dan Palestina untuk menahan diri serta tidak mengambil tindakan konfrontatif. Moskow menyerukan kedua belah pihak mengakhiri eskalasi kekerasan.
"Kami meminta pihak-pihak yang terlibat dalam konflik untuk menahan diri dari langkah-langkah konfrontatif, untuk bertindak demi mencegah eskalasi lebih lanjut, mengakhiri kekerasan dan memulihkan gencatan senjata yang berkelanjutan,” kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Rusia dalam sebuah pernyataan, Jumat (7/4/2023).
Rusia meminta Israel dan Palestina menghormati status quo situs-situs suci di Yerusalem. “Kami menegaskan kembali pentingnya menghormati status quo Tempat Suci Yerusalem dan menghormati hak-hak penganut semua agama,” kata Kemenlu Rusia.
Rusia mengungkapkan, satu-satunya cara untuk memastikan stabilisasi jangka panjang adalah membangun proses negosiasi skala penuh. Tujuannya yakni menyusun formula kompromi untuk penyelesaian isu Israel-Palestina berdasarkan dasar hukum internasional yang diakui.
"Dengan tidak adanya 'cakrawala politik' yang jelas untuk solusi komprehensif untuk masalah yang sudah berlangsung lama ini, konfrontasi kekerasan berulang tidak dapat dihindari," kata Kemenlu Rusia.
Pada Jumat lalu Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan, negaranya mendukung negosiasi multilateral untuk menemukan solusi atas isu Israel-Palestina. Dia mengungkapkan, Moskow telah lama mengadvokasi agar proses multilateral untuk menyelesaikan isu Israel-Palestina dilanjutkan.
“Karena ada mediator kolektif yang diakui secara universal, yaitu Kuartet (Internasional) yang terdiri dari Rusia, Amerika Serikat (AS), PBB, dan Uni Eropa,” ucapnya dalam konferensi pers bersama Menlu Turki Mevlut Cavusoglu di Ankara, Jumat (7/4/2023), dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.
“Dalam kerangka inilah, dengan keterlibatan wajib Liga Arab, kita dapat, dalam praktik dan dengan harapan untuk hasil tertentu, mencari kesepakatan yang harus didasarkan pada prinsip-prinsip solusi dua negara, sebagaimana mereka dirumuskan dalam dokumen,” kata Lavrov menambahkan.
Lavrov menjelaskan, pertemuan Kuartet Internasional belum digelar dalam beberapa waktu. AS pun sempat memblokir pertemuan tersebut.
“Sayangnya, Sekretaris Jenderal PBB, yang seharusnya memprakarsai pertemuan semacam itu, telah menghilang, karena tampaknya dia tidak mau mengganggu rekan-rekan AS. Sebab AS telah secara terang-terangan menyatakan jalannya menangani ini sendiri dan mendapatkan Palestina serta Israel untuk berdamai,” ucapnya.
Situasi di wilayah Palestina kembali memanas sejak pasukan Israel melakukan penggerudukan dan pengusiran terhadap jamaah Muslim yang tengah beriktikaf di kompleks Masjid Al-Aqsa pada Rabu (5/4/2023) lalu. Pasukan Israel juga merusak dan menjebol jendela Masjid Al-Qibli, kemudian menembakkan gas air mata ke dalamnya. Masjid Al-Qibli merupakan salah satu masjid di kompleks Al-Aqsa.
Setelah menembakkan gas air mata, pasukan Israel merangsek ke dalam masjid kemudian memukuli sejumlah jamaah menggunakan pentungan dan laras senjata. Lebih dari 500 orang ditangkap Israel pada Rabu lalu. Tindakan pasukan Israel dikutuk oleh negara-negara Muslim, termasuk kelompok seperti Hamas dan Hizbullah.
Hamas, yang mengontrol Jalur Gaza, meluncurkan sejumlah roket ke Israel pada Kamis (6/4/2023). Pada hari yang sama, sebanyak 34 roket turut ditembakkan dari Lebanon ke wilayah utara Israel. Itu menjadi serangan terbesar sejak 2006, yakni ketika Israel berperang dengan Hizbullah. Sebanyak 25 roket berhasil dicegat oleh sistem pertahanan udara Israel.
Israel menyalahkan Hamas atas serangan roket dari Gaza dan Lebanon. Pada Jumat (7/4/2023) pagi, Israel melancarkan serangan ke kedua wilayah itu. Situs-situs Hamas menjadi sasaran utama, termasuk pabrik pembuatan senjata kelompok tersebut. Tak ada laporan tentang korban jiwa akibat serangan Israel.