REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Hakim Kota Sfax, Tunisia, Faouzi Masmoudi mengatakan setidaknya 23 imigran Afrika hilang dan empat lainnya meninggal dunia setelah dua perahu mereka tenggelam di perairan Tunisia. Para imigran itu mencoba menyeberangi Laut Tengah menuju Italia.
Peristiwa ini terjadi saat gelombang tinggi menghantam perahu imigran dari negara-negara Afrika Utara. Pada Ahad (9/4/2023) Masmoudi mengatakan penjaga pantai Tunisia menyelamatkan 53 orang di selatan Sfax, dua orang dalam kondisi kritis. Ia menambahkan penjaga pantai menemukan empat jenazah.
Beberapa pekan terakhir sudah satu lusin orang hilang dan tewas dalam peristiwa perahu tenggelam di perairan Tunisia. Negara itu menggantikan Libya sebagai titik berangkat para imigran yang mencari kehidupan lebih baik di Eropa.
Para imigran berasal dari negara-negara Afrika dan Timur Tengah yang berimigrasi untuk menghindari kemiskinan ekstrem dan kekerasan. Penindakan keras penyeludupan manusia di Libya menjadikan Tunisia menjadi opsi yang lebih mudah diakses.
Pada Jumat (8/4/2023) Garda Nasional mengatakan dalam tiga bulan pertama tahun ini sudah lebih dari 14 ribu imigran sebagian besar dari sub-Sahara Afrika dicegat atau diselamatkan saat mencoba menyeberang ke Eropa. Angka ini lima kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni mengatakan Eropa beresiko kedatangan gelombang besar imigran dari Afrika Utara bila stabilitas keuangan di Tunisia tidak diamankan. Meloni mendesakan Dana Moneter Internasional dan negara-negara lain segera membantu Tunisia untuk menghindari negara itu dari kebankrutan.
Pekan lalu Menteri Luar Negeri Tunisia Nabil Ammar negaranya membutuhkan dana dan peralatan untuk dapat melindungi perbatasannya lebih baik. Dalam beberapa tahun terakhir Tunisia mendapat peralatan dari Italia, tapi Ammar mengatakan peralatan itu sudah ketinggalan zaman dan tidak cukup.