REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (11/4/2023) mengatakan, mereka sedang meninjau kehadirannya di Afghanistan. Langkah ini diambil setelah Taliban melarang perempuan Afghanistan bekerja untuk organisasi dunia itu.
Pekan lalu, penguasa Taliban Afghanistan mengambil langkah lebih jauh dalam tindakan pembatasan yang telah mereka terapkan pada perempuan. Taliban mengatakan, perempuan Afghanistan yang dipekerjakan dengan misi PBB tidak dapat lagi melapor untuk bekerja.
PBB tidak dapat menerima keputusan Taliban tersebut. PBB menyebut larangan itu sebagai pelanggaran hak-hak perempuan yang tak tertandingi. Ini adalah pembatasan terbaru yang diberlakukan oleh Taliban sejak mereka merebut kekuasaan di Afghanistan pada Agustus 2021 ketika pasukan AS dan NATO ditarik dari negara itu setelah perang selama 20 tahun.
Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, mengatakan, terdapat 3.300 warga Afghanistan yang dipekerjakan oleh PBB, yang terdiri dari 2.700 pria dan 600 wanita. Mereka telah tinggal di rumah sejak Rabu lalu tetapi terus bekerja dan akan dibayar. Sementara 600 staf internasional PBB, termasuk 200 wanita, tidak terpengaruh oleh larangan Taliban.
Dujarric mengatakan, sebagian besar bantuan yang didistribusikan ke Afghanistan dilakukan melalui organisasi non-pemerintah nasional dan internasional, dengan PBB memainkan lebih banyak peran pemantauan, dan beberapa bantuan terus diberikan. Selain itu, ada beberapa pemotongan untuk staf perempuan, tetapi situasinya berbeda dari provinsi ke provinsi.
“Apa yang kami harapkan untuk dicapai adalah dapat memenuhi mandat kami untuk membantu lebih dari 24 juta pria, wanita, dan anak-anak Afghanistan yang sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan tanpa melanggar prinsip dasar kemanusiaan internasional,” kata Dujarric kepada wartawan di markas besar PBB di New York
Taliban telah melarang perempuan mengakses sekolah menengah dan perguruan tinggi. Bahkan perempuan juga dilarang untuk bekerja dan mengakses ruang publik seperti pergi ke taman maupun pusat kebugaran. Pada Desember, Taliban melarang perempuan Afganistan bekerja di kelompok organisasi lokal dan nonpemerintah.
Kepala misi PBB di Afghanistan, Roza Otunbayeva, telah memulai periode tinjauan operasional yang akan berlangsung hingga 5 Mei. Selama rentang waktu ini, PBB akan melakukan konsultasi yang diperlukan, melakukan penyesuaian operasional yang diperlukan, dan mempercepat perencanaan darurat untuk semua kemungkinan hasilnya. Otunbayeva menuduh Taliban mencoba memaksa PBB untuk membuat pilihan yang mengerikan antara membantu warga Afghanistan dan mempertahankan norma serta prinsip yang harus dijunjung tinggi.
“Harus jelas bahwa segala konsekuensi negatif dari krisis ini bagi rakyat Afghanistan akan menjadi tanggung jawab otoritas de facto,” ujar Otunbayeva.
Badan-badan bantuan telah memberikan dukungan makanan, pendidikan dan perawatan kesehatan kepada warga Afghanistan setelah Taliban kembali berkuasa. Tetapi distribusi sangat dipengaruhi oleh dekrit Taliban yang melarang perempuan bekerja di LSM, yang sekarang diperluas di PBB.
PBB menggambarkan langkah itu sebagai perpanjangan dari pembatasan Taliban yang sudah tidak dapat diterima. PBB mengatakan, Taliban dengan sengaja mendiskriminasi perempuan dan merusak kemampuan warga Afghanistan untuk mengakses bantuan dan layanan yang menyelamatkan jiwa.