REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Militer Sudan melancarkan serangan udara di pangkalan pasukan paramiliter di dekat ibu kota dalam upaya untuk menegaskan kembali kendali atas negara itu pada Ahad (16/4/2023). Serangan berlangsung menyusul bentrokan yang menewaskan puluhan pejuang dan sedikitnya 56 warga sipil.
Militer Sudan menyerang pangkalan milik paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di Kota Omdurman, yang berbatasan dengan Ibu Kota Khartoum pada Sabtu (15/4/2023) malam. Militer dan RSF telah bersaing memperebutkan kekuasaan ketika faksi-faksi politik bernegosiasi untuk membentuk pemerintahan transisi setelah kudeta militer pada 2021.
Pada Ahad dini hari, saksi mata mendengar suara tembakan artileri berat melintasi Khartoum, Omdurman dan Bahri di dekatnya. Tembakan juga terdengar di Kota Laut Merah Port Sudan. Persatuan Dokter Sudan melaporkan sedikitnya 56 warga sipil tewas dan 595 orang, termasuk pejuang, terluka sejak pertempuran meletus pada Sabtu.
Persatuan Dokter Sudan mengatakan, puluhan personel militer juga tewas. Namun mereka tidak memberikan jumlah spesifik karena kurangnya informasi langsung dari banyak rumah sakit tempat para korban dirawat. Kelompok dokter itu sebelumnya mencatat kematian di bandara Khartoum dan Omdurman, serta di barat Khartoum di Kota Nyala, El Obeid dan El Fasher.
RSF mengklaim telah menyita istana kepresidenan, kediaman panglima militer, stasiun televisi negara dan bandara di Khartoum, Kota Merowe, El Fasher dan negara bagian Darfur Barat.
Angkatan udara Sudan menyerukan kepada warga sipil untuk tinggal di dalam rumah. Sementara hari libur diumumkan di negara bagian Khartoum pada Ahad. Sekolah, bank, dan kantor pemerintah ditutup akibat serangan itu.
Tembakan dan ledakan terdengar di seluruh ibu kota. Tayangan televisi menunjukkan asap mengepul dari beberapa distrik dan video media sosial menunjukkan jet militer terbang rendah di atas kota.
Seorang jurnalis Reuters melihat meriam dan kendaraan lapis baja di jalanan dan mendengar tembakan senjata berat di dekat markas tentara dan RSF. Kepala Angkatan Darat Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan mengatakan kepada Aljazirah bahwa RSF harus mundur.
"Kami pikir jika mereka bijak, mereka akan mengembalikan pasukan mereka yang datang ke Khartoum. Tetapi jika terus berlanjut, kami harus mengerahkan pasukan ke Khartoum dari negara lain. daerah," ujar Al-Burhan.
Angkatan bersenjata mengatakan tidak akan bernegosiasi dengan RSF kecuali pasukan dibubarkan. Pemimpin RSF, Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, lebih dikenal sebagai Hemedti, menyebut Burhan sebagai penjahat dan pembohong.
"Kami tahu di mana Anda bersembunyi dan kami akan menangkap Anda dan menyerahkan Anda ke pengadilan, atau Anda mati seperti anjing lainnya," kata Hemedti.
Konfrontasi yang berkepanjangan dapat menjerumuskan Sudan ke dalam konflik yang meluas saat negara itu berjuang dengan kehancuran ekonomi dan kekerasan suku, menggagalkan upaya untuk bergerak menuju pemilu.
Bentrokan itu menyusul meningkatnya ketegangan atas integrasi RSF ke dalam militer. Ketidaksepakatan tersebut telah menunda penandatanganan perjanjian yang didukung secara internasional dengan partai politik tentang transisi menuju demokrasi. Koalisi kelompok sipil yang menandatangani draf perjanjian itu pada Desember menyerukan kepada kedua pihak untuk menghentikan permusuhan.
"Ini adalah momen penting dalam sejarah negara kita. Ini adalah perang yang tidak akan dimenangkan oleh siapa pun, dan itu akan menghancurkan negara kita selamanya," ujar pernyataan koalisi kelompok sipil.