REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Liga Arab menyerukan penghentian segera kekerasan di Sudan dan menawarkan untuk menjadi penengah antara rival militer yang berkonflik di negara itu.
Sedikitnya 56 tewas dan ratusan orang lainnya luka-luka dalam bentrokan bersenjata yang terjadi sejak Sabtu (15/4/2023), antara tentara Sudan dan Pasukan Pendukung Cepat (RSF).
RSF merupakan sebuah pasukan paramiliter berpengaruh di Sudan yang dibentuk sejak perang Darfur pada 2013.
Sebuah pernyataan yang dirilis setelah pertemuan darurat Liga Arab di Kairo, Ahad (16/4/2023), menyerukan penghentian segera bentrokan bersenjata di Sudan dan segera kembali ke jalur damai untuk menyelesaikan krisis.
Liga Arab menyatakan siap mengerahkan upaya untuk membantu Sudan mengakhiri krisis secara berkelanjutan, dengan cara yang melayani kepentingan rakyat Sudan.
Organisasi itu memperingatkan dampak serius dari eskalasi kekerasan di Sudan, karena ?ruang lingkup yang sulit ditentukan secara internal dan regional.?
Pertemuan Liga Arab diadakan atas permintaan dari Mesir dan Arab Saudi untuk membahas perkembangan di Sudan.
Pada Minggu pagi, Mesir dan Sudan Selatan menawarkan untuk menjadi penengah guna menyelesaikan krisis antara tentara Sudan dan RSF.
Sementara RSF menuduh tentara menyerang pasukannya di selatan Khartoum dengan senjata ringan dan berat, militer mengatakan RSF menyebarkan kebohongan dan menudingnya sebagai kelompok pemberontak.
Perselisihan antara kedua belah pihak mengemuka pada Kamis (13/4/2023) ketika tentara mengatakan gerakan baru-baru ini oleh RSF telah terjadi tanpa koordinasi dan bersifat ilegal, dan keretakan antara kedua pihak berpusat pada usulan transisi ke pemerintahan sipil.
Sudan tidak memiliki pemerintahan yang berfungsi sejak Oktober 2021, ketika militer membubarkan pemerintahan transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan menyatakan keadaan darurat dalam sebuah langkah yang dikecam oleh kekuatan politik sebagai kudeta.
Masa transisi Sudan, yang dimulai pada Agustus 2019, dijadwalkan berakhir dengan pemilu pada awal 2024.