Selasa 18 Apr 2023 19:17 WIB

Peringatkan Israel, Iran Mengaku Siap Hancurkan Tel Aviv dan Haifa

Presiden Iran juga menyerukan AS menaik seluruh pasukannya di Timur Tengah.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
 Presiden Iran Ibrahim Raisi memperingatkan Israel agar tak mengambil tindakan militer apa pun terhadap negaranya. Dia menyebut Iran siap menghancurkan kota Tel Aviv dan Haifa jika Israel berani melancarkan serangan.
Foto: AP/Vahid Salemi
Presiden Iran Ibrahim Raisi memperingatkan Israel agar tak mengambil tindakan militer apa pun terhadap negaranya. Dia menyebut Iran siap menghancurkan kota Tel Aviv dan Haifa jika Israel berani melancarkan serangan.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Presiden Iran Ibrahim Raisi memperingatkan Israel agar tak mengambil tindakan militer apa pun terhadap negaranya. Dia menyebut Iran siap menghancurkan Kota Tel Aviv dan Haifa jika Israel berani melancarkan serangan.

“Musuh, terutama rezim Zionis, telah memahami tindakan sekecil apa pun terhadap (Iran) akan memicu tanggapan keras dari angkatan bersenjata yang akan mengarah pada kehancuran Haifa dan Tel Aviv,” kata Raisi dalam pidatonya saat menghadiri acara Hari Angkatan Darat Iran, Selasa (18/4/2023), dikutip laman Al Arabiya.

Baca Juga

Pada kesempatan itu, Raisi juga menyerukan Amerika Serikat (AS) menarik seluruh pasukannya dari Timur Tengah. “Pesan tentara dan angkatan bersenjata kami kepada pasukan asing, terutama pasukan AS, adalah meninggalkan kawasan ini secepat mungkin, karena kehadiran pasukan asing tidak membantu keamanan kawasan,” ucapnya.

Israel menuduh Iran mengembangkan senjata nuklir. Ia telah berulang kali memperingatkan akan mengambil tindakan militer jika upaya diplomatik gagal mengekang program nuklir Iran. Pada Senin (17/4/2023) Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen mendesak Cina menggunakan pengaruhnya terhadap Teheran untuk mencegahnya mengembangkan senjata nuklir.

Cohen menekankan, Israel akan mengambil semua tindakan yang diperlukan guna mencegah Iran menjadi negara bersenjata nuklir. Saat ini Iran memproduksi uranium yang diperkaya hingga kemurnian 60 persen.

Menurut para ahli nonproliferasi, tingkat pemurnian sebesar itu tidak digunakan untuk sipil atau berlawanan dengan klaim Iran. Proses pengayaan uranium hingga level tersebut mulai dilakukan Iran sejak menangguhkan keterlibatannya dalam kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

Pada 2018, Presiden AS Donald Trump menarik negaranya dari JCPOA. Trump menilai JCPOA cacat karena tak turut mengatur tentang program rudal balistik dan pengaruh Iran di kawasan. Setelah menarik AS dari kesepakatan itu, Trump memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran.

Pada momen itu, Iran memutuskan turut menangguhkan keterlibatannya dalam JCPOA dan mulai melakukan pengayaan uranium hingga melampaui 3,67 persen. Sebelumnya JCPOA mengatur bahwa Iran tak boleh memperkaya uranium hingga melewati ambang batas tersebut.

Saat ini pemerintahan Presiden AS Joe Biden tengah berusaha menghidupkan kembali JCPOA. Namun proses negosiasi mandek sejak tahun lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement