REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengkritisi pemulihan hubungan diplomatik antara Iran dan Arab Saudi.
Dalam wawancara dengan CNBC yang ditayangkan pada Rabu (19/4/2023), Netanyahu mengatakan bahwa setiap negara yang menjalin hubungan dengan Iran akan jatuh dalam kesengsaraan.
“Mereka yang bermitra dengan Iran akan bermitra dengan kesengsaraan. Lihat Lebanon, lihat Yaman, lihat Suriah, lihat Irak. Ini adalah negara-negara yang hampir berstatus sebagai negara gagal. Sebanyak 95 persen masalah di Timur Tengah berasal dari Iran," ujar Netanyahu, dilaporkan Al Arabiya, Rabu (19/4/2023).
Netanyahu mengulangi harapannya untuk menormalkan hubungan antara Arab Saudi dan Israel.
Netanyahu meyakini normalisasi hubungan diplomatik Arab Saudi-Israel dapat mengakhiri konflik antara negara-negara Arab dan Israel.
“Saya pikir ini akan menjadi lompatan kuantum besar lainnya untuk perdamaian. Saya tidak mengatakan itu akan mengakhiri konflik Palestina-Israel. Palestina adalah sekitar 2 persen dari dunia Arab, tetapi dalam banyak hal akan mengakhiri konflik antara Israel dan negara-negara Arab," ujar Netanyahu.
Diplomat tinggi Israel pada Rabu mengatakan, kunjungan delegasi Israel ke Arab Saudi adalah pilihan yang direncanakan. Setidaknya satu negara Arab akan menormalkan hubungan dengan Israel tahun ini.
Netanyahu mengatakan, normalisasi Arab Saudi dan Iran berkaitan dengan keinginan untuk mengurangi ata menghilangkan konflik yang telah berlangsung lama di Yaman.
Namun menurut Netanyahu, para pemimpin Arab Saudi tidak memiliki pandangan siapa lawan dan siapa teman.
"Saya pikir Arab Saudi, para pemimpin di sana, tidak memiliki ilusi tentang siapa musuh mereka, dan siapa teman mereka di Timur Tengah,” kata Netanyahu.
Iran dan Arab Saudi, pada 10 Maret 2023 sepakat menormalisasi kembali hubungan diplomatiknya setelah hampir tujuh tahun bersitegang.
Baca juga: 6 Fakta Seputar Saddam Hussein yang Jarang Diketahui, Salah Satunya Anti Israel
Ditengahi China dalam sebuah pembicaraan di Beijing, kedua negara akan saling membuka kedutaan besarnya kembali dua bulan ke depan.
Pembicaraan normalisasi hubungan ini sudah dimulai sejak dua tahun lalu di Irak, tapi sempat terhenti karena Pemilu Irak pada 2021.
Para pejabat kedua negara lalu melanjutkan bertemu di Oman, terutama membahas situasi di Yaman, di mana kedua negara berkonflik untuk menjadi pendukung dua kubu di sana.