Senin 24 Apr 2023 00:57 WIB

Korsel Kirim Pesawat Militer untuk Evakuasi Warganya dari Sudan

Jumlah warga negara Korsel yang berada di Sudan yaitu 25 orang.

Orang Sudan berdiri di depan sebuah toko di Khartoum, Sudan, (19/4/2023). Perebutan kekuasaan meletus sejak 15 April antara tentara Sudan yang dipimpin oleh Panglima Angkatan Darat Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, mengakibatkan sedikitnya 200 kematian menurut asosiasi dokter di Sudan.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Orang Sudan berdiri di depan sebuah toko di Khartoum, Sudan, (19/4/2023). Perebutan kekuasaan meletus sejak 15 April antara tentara Sudan yang dipimpin oleh Panglima Angkatan Darat Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, mengakibatkan sedikitnya 200 kematian menurut asosiasi dokter di Sudan.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA - Korea Selatan mengirim pesawat militer untuk mengevakuasi warganya yang terjebak di tengah pertempuran di Sudan.

Sebuah pesawat militer dengan 50 personel, termasuk di antaranya petugas keamanan dan medis, berangkat ke Djibouti pada Jumat (21/4/2023), karena bandara di ibu kota Sudan ditutup sejak pertempuran meletus antara militer Sudan dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF).

Menurut laporan Kantor Berita Yonhap, jumlah warga negara Korsel yang berada di Sudan yaitu 25 orang.

"Sementara pesawat angkut dan pasukan kami berencana untuk bersiaga di pangkalan militer Amerika Serikat di Djibouti dan mengamati situasi, mereka akan memprioritaskan evakuasi," kata Kementerian Pertahanan Korsel.

Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Korsel menaikkan peringatan perjalanan ke Sudan menjadi Level 4, atau tertinggi dalam sistem peringatan perjalanan bagi warganya.

Pertempuran antara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan RSF dimulai sejak 15 April 2023 di Ibu Kota Khartoum dan wilayah sekitarnya.

RSF menuduh tentara menyerang pasukannya di selatan Khartoum dengan senjata ringan dan berat, sementara militer mengklaim bahwa pasukan paramiliter menyebarkan kebohongan dan menyebutnya sebagai kelompok pemberontak.

Kelompok paramiliter mengumumkan gencatan senjata kemanusiaan selama 72 jam mulai Jumat pukul 06.00 pagi waktu setempat, yang bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri umat Muslim.

Sudan tidak memiliki pemerintahan yang berfungsi sejak Oktober 2021, ketika militer membubarkan pemerintahan transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan menyatakan keadaan darurat dalam suatu langkah yang oleh kekuatan politik disebut sebagai kudeta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement