Ahad 23 Apr 2023 21:18 WIB

Militer AS Evakuasi Personel Kedutaan dari Sudan

Arab Saudi sudah mengevakuasi warganya lewat Pelabuhan Sudan di Laut Merah.

Rep: Lintar Satria Zulfikar/ Red: Ferry kisihandi
Asap mengepul di atas kota selama pertempuran yang sedang berlangsung antara tentara Sudan dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di Khartoum, Sudan, (19/4/2023). Perebutan kekuasaan meletus sejak 15 April antara tentara Sudan yang dipimpin oleh Panglima Angkatan Darat Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan paramiliter dari Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, mengakibatkan setidaknya 200 kematian menurut asosiasi dokter. di Sudan.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Asap mengepul di atas kota selama pertempuran yang sedang berlangsung antara tentara Sudan dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di Khartoum, Sudan, (19/4/2023). Perebutan kekuasaan meletus sejak 15 April antara tentara Sudan yang dipimpin oleh Panglima Angkatan Darat Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan paramiliter dari Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, mengakibatkan setidaknya 200 kematian menurut asosiasi dokter. di Sudan.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Militer Amerika Serikat (AS) mengevakuasi diplomat AS dan keluarganya dari Sudan. Paramiliter Sudan, Rapid Support Forces (RSF) mengatakan hingga Ahad (23/4/2023) pertempuran yang menewaskan ratusan warga sipil masih berlanjut.

RSF mengatakan operasi ini melibatkan enam pesawat dengan koordinasi dengan RSF. Dalam kesempatan terpisah, seseorang yang mengetahui operasi tersebut mengatakan, militer AS sukses mengevakuasi personel Kedubes AS. 

Warga negara lain sudah memulai evakuasi dari pelabuhan Laut Merah mulai Sabtu (22/4/2023). Perang dalam kota membuat ribuan orang terperangkap di ibu kota Sudan, menghentikan operasi bandara, dan sejumlah jalan tidak dapat dilalui.

PBB dan negara-negara asing sudah meminta pemimpin militer yang bertikai untuk menghormati gencatan senjata yang mereka abaikan dan membuka jalur aman bagi warga sipil untuk melarikan diri dan mengirimkan pasokan bantuan yang sangat dibutuhkan.

Dengan ditutupnya bandara dan tidak amannya penerbangan, menyebabkan ribuan orang asing termasuk pegawai kedutaan, organisasi kemanusiaan dan mahasiswa di Khartoum tidak bisa keluar. 

Arab Saudi sudah mengevakuasi warganya lewat Pelabuhan Sudan di Laut Merah yang berjarak sekitar 650 kilometer dari Khartoum. Yordania juga menggunakan jalur yang sama untuk mengeluarkan warganya dari negara terbesar ketiga di Afrika itu. 

Negara-negara Barat diperkirakan mengirim pesawat dari Djibouti untuk mengeluarkan warga negara mereka dari Sudan. Tentara Sudan mengatakan, bandara di Khartoum dan Nyala, kota terbesar di Darfur masih problematik. Belum diketahui kapan bandara dibuka kembali.

Salah satu diplomat asing yang meminta tidak disebutkan namanya mengatakan, beberapa staf diplomatik di Khartoum berharap evakuasi udara dari Pelabuhan Sudan dalam dua hari ke depan. 

Kedutaan Besar AS memperingatkan warganya, mereka tidak bisa membantu konvoi dari Khartoum ke Pelabuhan Sudan dan risiko perjalanan menuju pelabuhan ditanggung sendiri.

Tentara di bawah pimpinan Abdel Fattah al-Burhan dan lawannya RSF yang diketuai Mohammed Hamdan Dagalo sejauh ini gagal menggelar gencatan senjata yang disepakati hampir setiap hari sejak perang pecah pada 15 April. 

Pertempuran Sabtu kemarin menggagalkan gencatan senjata yang seharusnya dilakukan selama tiga hari sejak Jumat (21/4/2023) saat muslim merayakan hari raya Idul Fitri.

Kedua belah pihak saling menuding lawannya tidak menghormati gencatan senjata. "Saya tidak memiliki masalah dengan gencatan senjata," kata Hamdan Dagalo yang juga dikenal sebagai Hamedti pada stasiun televisi Al Arabiya.

"Mereka (tentara) yang tidak menghormatinya, bila mereka menghormatinya, kami juga akan menghormatinya," tambahnya. 

 

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement