REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Mantan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-Moon mendesak kekerasan di Myanmar segera diakhiri. Hal ini ia sampaikan usai bertemu penguasa militer Myanmar yang menurutnya harus "mengambil langkah pertama."
Ban bertemu dengan pemimpin junta militer Min Aung Hlaing dan mantan presiden Thein Sein pada pekan ini. Pertemuan itu dianggap misi untuk mencari perdamaian di negara yang pecah oleh kudeta dan pemberontakan.
Myanmar dilanda krisis sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih yang dipimpin peraih hadiah Nobel Aung San Suu Kyi pada Februari 2021 lalu. Para jenderal kesulitan mengkonsolidasi kekuasaan dan berperang di berbagai front melawan pemberontak etnis minoritas dan gerakan pro-demokrasi.
"Saya datang ke Myanmar untuk mendesak militer segara mengadopsi menahan kekerasan, dan mulai dialog konstruktif dengan semua pihak yang terkait," kata Ban dalam pernyataannya, Selasa (25/4/2023).
Pernyataan itu dirilis "The Elders", sebuah kelompok mantan pemimpin dunia yang diketuai Ban. Surat kabar pemerintah Myanmar, Global New Light of Myanmar melaporkan Ban dan Min Aung Hlaing "bertukar pandangan mengenai kemajuan terbaru Myanmar dan dengan ramah membahas sikap yang konstruktif."
Kunjungan mendadak Ahad (23/4/2023) lalu merupakan undangan dari militer. Ban yang berasal dari Korea Selatan meminta para jenderal untuk bertindak berdasarkan konsensus perdamaian yang disepakati dengan Asosiasi Negara Asia Tenggara (ASEAN) pada 2021 lalu.
"(Ban) memperingatkan menggelar pemilihan unum dalam kondisi saat ini beresiko menimbulkan kekerasan dan perpecahan lebih lanjut, dan hasilnya tidak diakui masyarakat Myanmar, ASEAN dan komunitas internasional yang lebih luas," kata Ban dalam pernyataannya.
Pada Februari lalu Min Aung Hlaing mengatakan pemilihan multi-partai harus digelar "sesuai kehendak rakyat." Tapi ia tidak mengungkapkan jadwalnya.
Ban sudah beberapa kali berkunjung ke Myanmar bersama PBB sebelum transisi tentatif dimulai pada 2011 lalu. Setelah lima dekade negara itu dalam kekuasaan militer. Ia mendukung reformasi politik dan ekonomi di bawah pemerintahan Thein Sein yang gagal akibat kudeta.
Belum terdapat tanda-tanda kekerasan akan mereda di Myanmar. Media dan aktivis oposisi pemerintah mengatakan lalu lebih dari 100 orang tewas dalam serangan udara yang dilakukan militer Myanmar pada 11 April lau ke sebuah desa.
Suu Kyi divonis 33 tahun penjara atas berbagai dakwaan dan partainya dibubarkan. Suu Kyi membantah semua tuduhan.