REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia menyerukan kedua pihak yang berkonflik di Sudan untuk mencapai konsensus nasional dan mulai bekerja sama, kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Mikhail Bogdanov seperti yang disiarkan oleh saluran televisi RT pada Kamis (27/4/2023). Rusia dan Sudan selalu memiliki hubungan harmonis, tegas Bogdanov, yang juga merupakan utusan khusus kepresidenan untuk kawasan Timur Tengah dan Afrika.
"Menteri kami (Menlu Sergey Lavrov) pernah mengunjungi Khartoum (ibu kota Sudan). Kami memiliki hubungan yang baik dalam hal komunikasi, pertemuan, dan negosiasi baik dengan menlu maupun otoritas militer di sana," ujar Bogdanov.
Terkait situasi saat ini, Bogdanov mengatakan "Kami selalu mendukung konsensus nasional dan kerja sama antara berbagai pihak di Sudan, baik itu militer maupun sipil."
Situasi di Sudan memanas menyusul perbedaan pendapat antara Panglima Militer Sudan Abdel Fattah al-Burhan dan pemimpin paramiliter Pasukan Pendukung Cepat (RSF) Mohammed Hamdan Dagalo. Keduanya merupakan pasangan kepala dan wakil kepala Pemerintahan Transisi Sudan. Pada 15 April, bentrokan antara kedua belah pihak pecah di dekat sebuah pangkalan militer di Merowe dan ibu kota Khartoum. Menurut Kementerian Kesehatan Sudan, konflik di negara tersebut telah merenggut lebih dari 600 jiwa.
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan sebanyak 450 orang tewas, dan lebih dari 4.000 orang lainnya terluka akibat konflik tersebut.
Ribuan warga negara asing dievakuasi dari Sudan dalam beberapa hari terakhir. Beberapa negara seperti Spanyol, Italia, Belanda, dan Prancis bahkan menutup kedutaan besar mereka di Khartoum.
Namun, banyak negara yang lebih memilih sekadar mengurangi kehadiran diplomatiknya atau memindahkan perwakilannya ke negara-negara sekitar Sudan.