REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Wali Kota Muslim terlama di New Jersey Mohamed Khairullah mengatakan bahwa ia terkejut karena Dinas Rahasia AS menolaknya masuk ke perayaan Idul Fitri di Gedung Putih pada Senin (1/5/2023).
Wali Kota Prospect Park, Mohamed Khairullah menduga alasannya ditolak masuk Gedung Putih berkaitan dengan Islamofobia oleh badang-badan federal tertentu.
Khairullah mengatakan dalam sebuah wawancara telepon pada Senin malam bahwa dia yakin telah menjadi korban profil rasial oleh lembaga intelejen federal. Kesalahan profil itu setelah Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) memberitahunya bahwa nama yang sama dengan namanya muncul dalam daftar pengawasan terorisme FBI sejak tahun 2019. Kala itu, ia sempat dihentikan di Bandara Internasional JFK dan ditahan selama hampir tiga jam.
"Saya telah mengalami kesulitan perjalanan sejak 2019, yang saya pikir sudah selesai dua tahun lalu," kata Khairullah, yang lahir di Suriah, yang telah menjadi warga negara AS sejak tahun 2000 dan sekarang berada di masa jabatan kelimanya sebagai wali kota.
"Baru hari ini saya tahu bahwa saya masih masuk dalam daftar pemerintah," tambahnya.
Khairullah mengatakan bahwa dia sudah bersiap, sekitar setengah jam perjalanan dari Gedung Putih untuk menghadiri perayaan Idul Fitri. Namun ketika itu dia menerima telepon yang memberitahukan bahwa Secret Service tidak dapat memberinya izin keamanan, jadi dia harus kembali pulang ke rumah.
"Ditolak masuk dengan cara seperti itu... dan dua hari sebelumnya, saya sedang bersama gubernur negara bagian saya, di rumah dinas gubernur. Itu membuat saya bingung," katanya.
Khairullah mengatakan bahwa dia belum mendengar kabar dari Gedung Putih setelah insiden tersebut.
Juru bicara Dinas Rahasia AS Anthony Guglielmi mengatakan dalam sebuah pernyataan melalui email bahwa pihaknya menyesalkan ketidaknyamanan yang ditimbulkan. Ia pun menolak berkomentar lebih lanjut.
Sebagai catatan, CAIR mengatakan pada bulan Januari bahwa salinan yang bocor menunjukkan bahwa daftar pengawasan terorisme terdiri dari "hampir seluruhnya berisi nama-nama Arab dan Muslim."
Khairullah mengatakan bahwa dia berbicara karena banyak Muslim lain yang telah diprofilkan secara rasial tidak dapat melakukannya. "Saya merasa bahwa kami diadili berdasarkan nama kami, identitas kami, keyakinan kami, dan kami jelas tidak bisa membela diri," katanya tentang daftar tersebut.
Direktur eksekutif CAIR-N.J. Selaedin Maksut mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Senin malam bahwa pelarangan tersebut tidak memiliki transparansi dan berbau melampaui batas oleh pemerintah.
Maksut meminta Gedung Putih untuk "mengesampingkan Dinas Rahasia", mengembalikan undangan wali kota, membubarkan "daftar pantauan rahasia" dan mengeluarkan permintaan maaf kepada wali kota.
"Jika insiden seperti ini terjadi pada tokoh Muslim Amerika yang terkenal dan dihormati seperti Wali Kota Khairullah, hal ini menimbulkan pertanyaan: Apa yang terjadi pada Muslim yang tidak memiliki akses dan visibilitas seperti yang dimiliki wali kota," tambah Maksut.