REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, saat ini pemerintah sedang memberi perhatian besar kepada warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban perdagangan manusia di bidang penipuan daring di Myawaddy, Myanmar. Pemerintah akan berusaha mengeluarkan para WNI dari wilayah tersebut.
“Saat ini pemerintah memberikan perhatian besar dan sedang terus berusaha memberikan perlindungan terhadap WNI yang menjadi korban perdagangan manusia yang dipekerjakan di online scam di Myawaddy, Myanmar,” kata Retno saat memberikan keterangan pers di Ruang Nusantara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Jumat (5/5/2023).
Retno menjelaskan, lokasi Myawaddy terletak sekitar 415 kilometer dari Yangon dan 567 kilometer dari Naypyidaw. Sementara dari Bangkok, Thailand, rentang jarak ke Myawaddy sejauh sekitar 500 kilometer.
Sementara dari Mae Sot, yakni daerah perbatasan Myanmar-Thailand, Myawaddy berjarak sekitar 11 kilometer. “Ini (Myawaddy) merupakan wilayah di mana otoritas pusat Naypyidaw tidak memiliki kontrol secara penuh. Jadi, teman-teman bisa membayangkan tantangan yang dihadapi,” ujar Retno.
Dia mengungkapkan, saat ini Pemerintah RI terus melakukan komunikasi, baik dengan otoritas di Naypyidaw, otoritas di Thailand, maupun otoritas lokal di Myawaddy. Pemerintah juga menjalin kontak dengan organisasi-organisasi lain, seperti Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dan Regional Support Office dari Bali Process yang berada di Bangkok.
“Jadi, kita melakukan komunikasi dengan banyak pihak dengan tujuan satu, yaitu memberikan perlindungan kepada WNI dan kemudian dapat mengeluarkan WNI dari wilayah tersebut dengan selamat,” kata Retno.
Sebelumnya, Direktur Perlindungan WNI Kemenlu Judha Nugraha mengungkapkan, Kedutaan Besar RI di Yangon telah mengirimkan nota diplomatik kepada Kemenlu Myanmar untuk pembebasan setidaknya 20 WNI. Namun, dia mengakui besarnya tantangan dalam proses pembebasan WNI di Myawaddy.
“Tantangan di lapangan memang tinggi. Mayoritas para WNI berada di Myawaddy, lokasi konflik bersenjata antara militer Myanmar dan kelompok pemberontak,” kata Judha dalam keterangannya pada Rabu (3/5/2023) lalu.