REPUBLIKA.CO.ID, LABUAN BAJO -- Pemerintah Australia memutuskan untuk membebaskan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) terhadap impor kertas A4 asal Indonesia pada 18 April 2023. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Budi Santoso mengatakan, keputusan ini merupakan hasil dari exemption inquiry oleh Komisi Anti-Dumping Australia yang diinisiasi pada 3 Februari 2023. Australia telah mengenakan BMAD bagi sebagian perusahaan kertas Indonesia yang akan berlaku hingga tahun 2027.
"Namun, pada perkembangannya industri dalam negeri Australia mengalami masalah suplai bahan baku sehingga menghentikan secara keseluruhan produksi kertas putih untuk dipasok dalam pasar domestiknya," ujar Budi melalui keterangan tertulis yang diterima diLabuan Bajo, Sabtu (6/5/2023).
Budi mengapresiasi keputusan yang diambil Pemerintah Australia. Rekomendasi dari Pemerintah Australia mengindikasikan bahwa pengenaan BMAD terhadap produk kertas A4 sangat tidak relevan di Australia.
"Keputusan tidak dikenakannya BMAD tersebut tentunya dapat mengangkat daya saing produk kertas A4 Indonesia di Australia," katanya.
Sementara itu, Direktur Pengamanan Perdagangan Natan Kambuno mengatakan, Indonesia berhasil meyakinkan Pemerintah Australia bahwa pengenaan BMAD terhadap produk kertas A4 impor tidak relevan untuk dilanjutkan.
"Hal ini karena tidak sesuai dengan GATT 1994 dan ketentuan WTO lainnya, dalam hal ini khususnya Agreement on Anti-Dumping (ADA)," ujar Natan.
Pada 2022, ekspor kertas A4 ke Australia sebesar 8,20 juta dolar AS. Nilai ini menurun dibandingkan tahun 2017 yang mencapai 19,72 juta dolar AS. Selanjutnya, nilai ini semakin menurun setelah pengenaan BMAD.
Menurut Natan, akses pasar produk kertas A4 yang berkualitas merupakan faktor penting yang mengindikasikan bahwa penduduk Australia memerlukan ketersediaan produk dimaksud di pasar Australia. Dikenakannya BMAD akan membuat penduduk Australia kehilangan akses terhadap kertas A4 yang banyak diperlukan.
"Kami juga memberikan apresiasi atas kolaborasi aktif dan produktif antara Direktorat Pengamanan Perdagangan (DPP) dengan pemangku kepentingan lainnya seperti pelaku usaha dan pihak lainnya yang menjadi faktor kunci keberhasilan Indonesia untuk menggagalkan pengenaan BMAD dimaksud," kata Natan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, total perdagangan Indonesia-Australia pada periode Januari-Februari 2023 mencapai 1,71 miliar dolar AS. Nilai ini naik jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2022 yang sebesar 1,68 miliar dolar AS.
Sedangkan total perdagangan kedua negara meningkat dalam beberapa tahun terakhir yaitu tahun 2022 sebesar 13,33 miliar dolar AS, tahun 202112,65 miliar dolar AS, serta tahun 2020 sebesar 7,15 miliar dolar AS.