REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Jerman mengecam penghancuran sekolah Palestina oleh Israel. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Jerman Christofer Burger menyatakan pada Senin (8/5/2023), tindakan penghancuran fasilitas pendidikan yang didanai Uni Eropa itu sebagai hambatan dalam proses perdamaian.
“Kami melihat penghancuran seperti itu sebagai hambatan dalam proses perdamaian. Ketika sekolah dibongkar, hak atas pendidikan terhalang. Kami pada dasarnya prihatin tentang ini,” kata Burger dikutip dari Anadolu Agency.
“Dari sudut pandang kami, masalah hukum humaniter internasional harus dipertimbangkan (oleh Israel), khususnya perlindungan penduduk sipil,” kata perwakilan Jerman itu.
Tentara Israel merobohkan sekolah yang didanai donor di Jubbet Adh Dhib dengan buldoser pada Ahad (7/5/2023). Pejabat setempat menyatakan, penghancuran ini dilakukan karena fasilitas itu dinilai tidak memiliki izin bangunan.
Menurut juru bicara utama Komisi Eropa untuk urusan luar negeri Peter Stano, otoritas Israel telah melakukan pembongkaran meskipun ada permintaan dari Uni Eropa untuk tidak melanjutkannya. “Uni Eropa meminta Israel untuk menghentikan semua penghancuran dan penggusuran,” katanya.
Stano menekankan, tindakan Israel ilegal menurut hukum internasional. "Hanya menambah penderitaan penduduk Palestina dan berisiko mengobarkan ketegangan di lapangan," ujarnya.
Menurut Stano, otoritas Israel tampaknya mengikuti tren mengkhawatirkan serupa. Tel Aviv telah menghancurkan atau menyita 954 bangunan dan menggusur 1.032 orang tahun lalu.
Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dianggap wilayah pendudukan menurut hukum internasional, sehingga membuat semua penghancuran dan pemukiman Yahudi menurut hukum internasional adalah tindakan ilegal. Sebagian besar komunitas internasional, Uni Eropa tidak mengakui kedaulatan Israel atas wilayah yang didudukinya sejak 1967.