REPUBLIKA.CO.ID, LABUAN BAJO -- Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi pada Selasa memimpin pertemuan para menlu Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dalam rangkaian KTT ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, NTT, Selasa (9/5/2023).
Selain oleh Indonesia, pertemuan dihadiri menteri luar negeri dari enam negara anggota ASEAN, yaitu Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, Laos, dan Kamboja. Dua negara anggota sisanya, yakni Singapura dan Brunei Darussalam, diwakili pejabat senior masing-masing.
Satu-satunya negara dari 10 anggota ASEAN yang tidak menghadirkan perwakilannya dalam pertemuan itu adalah Myanmar. Pertemuan pada Selasa juga diikuti menlu Timor Leste, yang negaranya sedang menjalani proses menjadi anggota ke-11 ASEAN.
Pada pertemuan menteri luar negeri ASEAN kali ini, para menlu membahas beberapa isu prioritas ASEAN yang sebelumnya telah dibahas dalam pertemuan pejabat senior (SOM) pada Senin (8/5).
Direktur Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Indonesia Sidharto Suryodipuro menyebut, sejumlah isu yang bakal dibahas dalam pertemuan menlu, antara lain keanggotaan penuh Timor Leste.
Pertemuan para menlu juga akan membicarakan aksesi Traktat Persahabatan dan Kerja Sama Negara-Negara ASEAN (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia/TAC).
Sidharto mengatakan, apabila Dewan Koordinasi ASEAN (ACC) mengesahkan peta jalan keanggotaan Timor Leste pada pertemuan kali ini, pembahasan selanjutnya akan dibawa dalam KTT untuk kemudian diadopsi oleh negara-negara anggota ASEAN.
"(ACC) akan mengidentifikasi hal-hal yang harus dipenuhi Timor Leste untuk diterima sebagai anggota penuh ASEAN," kata Sidharto dalam jumpa pers, Senin malam.
Sementara terkait aksesi TAC, Sidharto menyebut ada tiga negara yang mengajukan diri untuk mengaksesi TAC dan menjadi mitra ASEAN. Ketiga negara tersebut adalah Arab Saudi, Panama, dan Spanyol.
Pertemuan menlu ASEAN kali ini masih tidak dihadiri wakil politik Myanmar, menyusul keputusan ASEAN yang memilih untuk tetap mengecualikan negara tersebut dalam berbagai pertemuan tingkat tinggi organisasi itu.
Junta militer Myanmar dianggap gagal menerapkan Konsensus Lima Poin. Konsensus tersebut merupakan rencana perdamaian yang diprakarsai oleh para pemimpin ASEAN pada April 2021 guna membantu mengakhiri konflik di Myanmar.