Kamis 11 May 2023 09:16 WIB

Penuhi Janji Balas Serangan Israel, Jihad Islam Tegaskan tak Gentar Lawan Zionis  

Jihad Islam Palestina lakukan serangan balasan ke Israel

Rep: Umar Mukhtar / Red: Nashih Nashrullah
 Roket ditembakkan oleh pejuang Brigade Al-Quds, sayap bersenjata Jihad Islam Palestina di timur Kota Gaza,  Rabu (10/5/2023).  Militan Palestina di Gaza telah menembakkan roket ke arah Israel, setelah militer Israel melakukan serangkaian serangan serangan udara terhadap peluncur roket Jihad Islam.
Foto: EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Roket ditembakkan oleh pejuang Brigade Al-Quds, sayap bersenjata Jihad Islam Palestina di timur Kota Gaza, Rabu (10/5/2023).  Militan Palestina di Gaza telah menembakkan roket ke arah Israel, setelah militer Israel melakukan serangkaian serangan serangan udara terhadap peluncur roket Jihad Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Kelompok perlawanan Palestina memecah keheningan selama berjam-jam seusai melakukan penyerangan dengan rentetan roket terhadap kota-kota Israel yang berdekatan dengan Jalur Gaza. 

Jihad Islam Palestina (PIJ) di Gaza, sebagaimana dilansir The New Arab, Kamis (11/5/2023), menyampaikan penyerangan yang dilakukan terhadap kota-kota yang diduduki Israel merupakan tanggapan atas kejahatan Israel terhadap rakyat Palestina. 

Baca Juga

"Kami tidak akan melepaskan hak kami untuk memaksa Israel menebus kejahatannya. Tidak ada kota Israel yang akan aman dari serangan kami jika musuh melanjutkan agresinya terhadap rakyat kami," kata kelompok Jihad Islam Palestina itu. 

Tentara Israel sebelumnya melakukan serangan udara pada Selasa (9/5/2023) kemarin yang menewaskan tiga pemimpin PIJ, yang diklaim Israel "mengancam" keamanannya. Serangan oleh Israel, menggunakan 40 pesawat tempur, dan menewaskan sebagian besar wanita dan anak-anak.

Kelompok perlawanan di Gaza tetap diam selama lebih dari 36 jam sebelum melancarkan serangkaian serangan ke kota-kota Israel, yang pada gilirannya menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan di antara warga Palestina di Gaza.

Mohammed al-Masri, seorang penduduk kota Beit Lahia di utara Gaza, mengatakan dia dan delapan anggota keluarganya tidak tidur semalaman karena mereka tidak tahu apakah kelompok bersenjata itu akan menyerang kota-kota Israel.

"Itu adalah situasi yang aneh bagi kami karena ini adalah pertama kalinya perlawanan tidak menanggapi pembunuhan Israel," kata ayah tiga anak berusia 43 tahun itu.

Mariam al-Haj Ali, seorang wanita yang berbasis di Gaza, mengungkapkan kekhawatiran akan eskalasi militer baru dengan Israel. Ini menandakan, akan ada lebih banyak warga sipil yang akan dibunuh oleh Israel.

"Tidak seorang pun dari kami menginginkan perang, tetapi sikap diam mutlak yang diterapkan oleh Hamas dan Jihad Islam menempatkan kami di bawah tekanan dan ketakutan yang nyata," tambah ibu empat anak berusia 29 tahun itu. 

Dia berharap ketegangan saat ini antara pendudukan Israel dan perlawanan Palestina segera berakhir.

Sementara itu, sumber resmi Mesir, yang memilih untuk tidak menyebutkan nama mereka, mengatakan bahwa mediator Mesir tidak dapat mempertahankan negosiasi antara perlawanan Palestina dan Israel karena para pemimpin PIJ kini telah mematikan telepon mereka setelah serangan oleh Israel.

"Tampaknya orang-orang Palestina yang bersenjata memutuskan untuk mengubah strategi mereka dalam menanggapi pelanggaran Israel dengan tetap diam dan menempatkan Israel di bawah tekanan psikologis untuk lebih lama lagi," tambah sumber itu.

Baca juga: Mualaf Theresa Corbin, Terpikat dengan Konsep Islam yang Sempurna Tentang Tuhan

Analis yang berbasis di Gaza, Hussam al-Dajani, menuturkan, keheningan ini menempatkan Israel dan dunia di depan beberapa skenario yang mungkin diadopsi Gaza untuk menanggapi Israel. 

Artinya, Jalur Gaza mungkin akan terlibat dalam perang berdarah dengan Israel, dan ini bergantung pada posisi Israel saat itu.

Atau, menurut al-Dajani, Jihad Islam menanggapi secara terbatas kejahatan Israel dengan menembakkan beberapa peluru setiap hari ke kota-kota yang berdekatan, sambil meluncurkan ledakan yang kuat dan intens di wilayah tersebut, pada pertengahan bulan yang bertepatan dengan pawai bendera Israel.

Al-Dajani lebih jauh menjelaskan bahwa perlawanan mungkin benar-benar mengubah cara mereka menanggapi Israel dengan melibatkan front lain seperti Lebanon, Yaman dan beberapa negara besar seperti Iran dan Rusia.      

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement