REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA – Kebijakan luar negeri Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menarik perhatian banyak pihak. Ia kritis terhadap AS dan Barat meski menjadi anggota NATO. Ia membawa Turki dekat dengan Rusia dan China yang selama ini berseberangan dengan Barat.
Ada kisah Erdogan dalam pendekatan politik luar negerinya. Agustus 2019, setelah memeriksa kokpit pesawat yang kemudian menjadi generasi kelima pesawat tempur SU-57, Erdogan bertanya kepada Presiden Rusia Vladimir Putin, apakah pesawat tersebut bakal dijual?
"Tentu saja, Anda bisa membelinya,’’ ujar Putin tersenyum. Maka kemudian, Putin memikat Erdogan dengan pesawat-pesawat tempur terbarunya di MAKS-2019, pameran industri dirgantara yang diselenggarakan di luar Moskow.
Baca juga : Jungkir Balikkan Lembaga Survei, Erdogan Sementara Unggul 49 Persen di Pemilu Turki
Keduanya berkeliling melihat pesawat-pesawat yang dipamerkan, lalu rehat sejenak dengan es krim cone, "Anda akan mentraktir saya?’’ tanya Erdogan. Putin mengangguk, "Tentu saja, Anda adalah tamu saya," demikian dilansir laman berita Aljazirah, Jumat (12/5/2023) lalu.
Ini salah satu cara yang ditempuh Erdogan memperbarui hubungan dekatnya dengan Rusia. Setelah Turki menembak jatuh pesawat tempur Rusia yang dianggap menerabas wilayah udaranya. Itu salah satu gaya Erdogan membentuk hubungan internasional dengan negara lain.
Turki kini berkembang memiliki pengaruh lebih besar. Tak hanya di seantero Timur Tengah (Timteng), tapi juga Afrika dan Eropa. Peran menonjol akhir-akhir ini adalah memediasi Rusia-Ukraina menyusul invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari tahun lalu.
Sami Hamdi, direktur operasional internasional Interest, lembaga yang fokus pada isu Timteng, mengatakan, kebijakan Erdogan juga bertujuan meningkatkan pengaruh soft power Turki khususnya di dunia Islam, meneruskan legasi Turki Ottoman.
Sikap tegas Erdogan, kata dia, membuat jengkel kekuatan utama dunia yang sebelumnya menganggap Turki hanya aktor pembantu. Pada saat yang sama, cepatnya perkembangan pengaruh Turki menjadi akar bagi Erdogan mengapitalisasi soft power di dunia Islam.
Baca juga : Erdogan Unggul di Pilpres Turki, Partai Koalisinya Menang Telak di Parlemen
Kebijakan luar negeri Erdogan membawa pengaruh Turki di Timteng, melalui intervensi di Irak, Libya, Suriah, bahkan di Azerbaijan. Jika kepemimpinan Erdogan berakhir dan Kemal Kilicdaroglu misalnya menang pilpres, berakhir pula gaya kebijakan luar negeri Turki.
Salim Cevik, peneliti Stiftung Wissenschaft und Politik’s Center for Applied Turkey Studies, Berlin, Jerman, menyatakan, gaya kebijakan politik luar negeri Turki diyakini berubah. Perubahannya berdasarkan isu, kalau saat ini kebijakan merujuk pada personal, yakni Erdogan sendiri.
Di bawah kepemimpinan Erdogan, dia menjelaskan, menlu dan diplomat dikesampingkan dalam pengambilan keputusan. Erdogan mengandalkan hubungan personal dengan pemimpin negara lain. Namun, Sami Hamdi juga memberi catatan jika Kilicdaroglu menjadi presiden.
Ia melihat Kilicdaroglu berupaya "memisahkan" Turki dari Dunia Islam. Sedangkan Erdogan, dia melanjutkan, dianggap punya komitmen membawa Turki bersama dunia Islam. "Citra Turki di kawasan akan berubah dramatis jika Kilicdaroglu menang," kata Hamdi.