REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Pemerintah Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim memutuskan, membatalkan banding sengketa mengenai apakah non-Muslim dapat menggunakan "Allah" dalam merujuk tuhan. Keputusan ini menimbulkan respons dari kelompok-kelompok Islam termasuk dua partai muslim terbesar di Malaysia.
Sengketa ini menyoroti keseimbangan antar-entis yang harus dijaga pemerintah. Terutama menjelang pemilihan daerah di Selangor, Negeri Sembilan, Penang, Kelantan, Terangganu, dan Kedah pada Juli mendatang.
Banding terhadap keputusan Pengadilan Tinggi yang mengizinkan non-muslim menggunakan "Allah" dan kata-kata religius bahasa Arab lainnya untuk tujuan pendidikan diajukan pada 2021 ketika Koalisi Perikatan Nasional (PN) --yang saat ini oposisi-- masih berkuasa.
Namun. Menteri Dalam Negeri Malaysia Saifuddin Nasution Ismail mengklarifikasi keputusan itu karena Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan perintah adminstrasi yang salah.
"Keputusan Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur diambil berdasarkan pendekatan sipil dan administratif, bukan dari aspek teologi atau apa pun yang melibatkan penggunaan kata 'Allah'," kata Datuf Seri Saifuddin yang juga kepala sekretaris Koalisi Pakatan Harapan, seperti dikutip The Strait Times, Selasa (16/5/2023).
Ia menambahkan Kementerian Dalam Negeri sedang memformulasikan "pendekatan komprehensif" mengenai penggunaan kata "Allah", "Baitullah", "Solat", dan "Kaabah" agar sesuai dengan "kepentingan multietnis dan multirasial masyarakat Malaysia."
Pembatalan yang diajukan Kantor Kejaksaan Agung pada 18 April ini ditanggapi PN dan kelompok masyarakat sipil Islam pekan ini.
"Kami memandang langkah ini, dapat berdampak pada keharmonisan masyarakat multietnis dan religius di negara ini," kata ketua Asosiasi Pengacara Syariah Malaysia, Musa Awang.
Musa mendesak pemerintah Malaysia memberikan penjelasan penuh karena keputusan "berdampak langsung pada kepentingan muslim" di Malaysia.
Pada Maret 2021 lalu Hakim Pengadilan Banding Nor Bee Arifin menyatakan larangan Kementerian Dalam Negeri non-muslim menggunakan kata "Allah"," Kaabah", "Baitullah", dan "solat" pada 1986 sebagai kebijakan ilegal dan tidak konstitusional.
Keputusan ini diambil setelah petugas bea cukai menyita delapan CD dengan tulisan Allah, seorang warga asli Melanau dari Sarawak, Jill Ireland Lawrence Bill di bandara tahun 2008 lalu. Lawrence Bill beragama Kristen dari Indonesia.
Keputusan Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur mengenai hal ini berbasis konstitusi federal untuk menjaga kebebasan beragama, dan Kementerian Dalam Negeri tidak memiliki cukup wewenang untuk membatalkannya. Datuk Seri Anwar bersikeras "keputusan itu khusus untuk Serawak" dan tidak berlaku di negara bagian lain.