REPUBLIKA.CO.ID, HIROSHIMA -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden tiba di Jepang pada Kamis (18/5/2023). Dia menyapa langsung Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida sebelum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 Hiroshima pada Jumat hingga Ahad (19-21/5/2023).
"Ketika negara kita berdiri bersama, kita berdiri lebih kuat," ujar Biden saat berbicara dengan Kishida.
Biden memulai sambutannya dengan mengutip ucapan rekannya itu selama kunjungan Washington pada Januari. Biden menyatakan, dunia menghadapi salah satu lingkungan keamanan paling kompleks dalam sejarah baru-baru ini. “Saya sangat setuju dengan Anda,” kata Biden.
“Kami sangat menyambut baik bahwa kerja sama telah berkembang pesat,” kata Kishida kepada Biden tentang hubungan Jepang dengan AS dalam pertemuan G7.
Saat berada di Air Force One, Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan, Biden dan Kishida bertujuan untuk lebih memajukan hubungan yang telah berkembang selama dua tahun terakhir. Kedua belah pihak akan memperketat koordinasi dalam masalah militer, ekonomi, dan iklim.
Kota asal keluarga Kishida di Hiroshima akan menjadi tuan rumah pertemuan negara-negara industri besar yang dikenal di G-7. Di samping itu Hiroshima merupakan tempat AS menjatuhkan bom nuklir pertama pada 1945 selama Perang Dunia II, membawa resonansi yang baru ditemukan.
AS, Jepang, dan sekutu sedang menyusun strategi tentang cara menghadapi perang Rusia yang sedang berlangsung di Ukraina. Ditambah lagi kekhawatiran tentang peningkatan uji coba rudal balistik Korea Utara (Korut) dan program nuklir Iran.
Sullivan mengatakan, invasi Rusia akan sebagian besar menjadi topik di G7. Dia menyatakan, para pemimpin akan membahas keadaan permainan di medan perang dan menutup celah untuk memperkuat sanksi yang telah dikenakan terhadap Moskow.
Dalam pertemuan dengan Biden di Jepang, Kishida pun dengan cepat menyebutkan risiko kekuatan nuklir Rusia yang menyerang Ukraina pada 2022. "Ukraina hari ini bisa menjadi Asia Timur besok," katanya.
Selain topik tersebut, Biden dan Kishida juga membahas masalah ekonomi. Menurut pembacaan pertemuan Gedung Putih, mereka membahas upaya untuk meningkatkan rantai pasokan untuk mineral kritis, kemitraan baru antara perusahaan dan universitas AS dan Jepang, serta cara mempromosikan energi terbarukan.
Kishida telah merencanakan untuk membahas lebih lanjut penguatan pencegahan dan kemampuan respons dengan Biden dalam menghadapi ketegasan Cina di kawasan Indo-Pasifik. Dia pun akan menegaskan pentingnya Selat Taiwan untuk perdamaian dan stabilitas global.
Cina telah menegaskan bahwa pemerintahan Taiwan harus berada di bawah kekuasaannya. Pejabat AS telah diberi pengarahan tentang kemungkinan kerusakan ekonomi yang disebabkan oleh perang atas Taiwan, yang akan mengganggu pasokan chip komputer canggih.
Para pemimpin AS dan Jepang juga berbicara tentang cara untuk memperkuat kemitraan tiga arah dengan Korea Selatan (Korsel). Kishida dan Biden akan mengadakan KTT trilateral dengan Presiden Korsel Yoon Suk-yeol di sela-sela KTT G7.
Namun, menurut Profesor Kobe University dan pakar Korsel Kan Kimura, Kishida berada dalam posisi yang rumit. Dia harus membahas upaya untuk menanggapi ancaman nuklir oleh Korut dengan sejarah Jepang yang juga menyerukan dunia yang bebas dari senjata nuklir.
Setelah Perang Dunia II, Jepang memeluk pasifisme. Bom atom menghanguskan Hiroshima, menewaskan 140 ribu orang dan menghancurkan sebagian besar bangunan kota.
Kondisi saat ini sedang menguji tradisi pasifisme dan anti senjata nuklir Jepang. “Tentu saja, Kishida berjalan dengan baik,” kata penasihat senior di lembaga think tank AS Center for Strategic and International Studies Christopher Johnstone
“Dia mengakui perlunya payung nuklir, ketergantungan Jepang pada pencegahan AS yang diperpanjang, bahwa itu lebih penting dari sebelumnya, terus terang, dalam cangkupan keamanan," ujarnya.