Sabtu 20 May 2023 07:43 WIB

KTT Liga Arab Adopsi Deklarasi Jeddah

KTT Liga Arab bahas konflik Palestina-Israel, Sudan, Yaman, Libya, dan Lebanon.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Reiny Dwinanda
Foto selebaran yang disediakan oleh Saudi Press Agency (SPA) menunjukkan Presiden Suriah Bashar al-Assad (kedua kiri) disambut oleh Wakil Gubernur Wilayah Makkah Arab Saudi, Pangeran Badr bin Sultan bin Abdulaziz Al Saud (tengah), di menjelang KTT Liga Arab, di Bandara Internasional King Abdulaziz, di Jeddah, Arab Saudi, Kamis (18/5/2023).
Foto: EPA-EFE/SAUDI PRESS AGENCY HANDOUT
Foto selebaran yang disediakan oleh Saudi Press Agency (SPA) menunjukkan Presiden Suriah Bashar al-Assad (kedua kiri) disambut oleh Wakil Gubernur Wilayah Makkah Arab Saudi, Pangeran Badr bin Sultan bin Abdulaziz Al Saud (tengah), di menjelang KTT Liga Arab, di Bandara Internasional King Abdulaziz, di Jeddah, Arab Saudi, Kamis (18/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Liga Arab ke-32 telah berakhir dengan mengadopsi Deklarasi Jeddah. Liga Arab menegaskan kembali perlunya persatuan untuk mencapai keamanan dan stabilitas.

KTT Liga Arab membahas berbagai topik, termasuk konflik Palestina-Israel dan perkembangan di Sudan, Yaman, Libya, dan Lebanon. Diselenggarakan di Jeddah, Arab Saudi, KTT mengundang Suriah untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade.

Baca Juga

Liga Arab menyambut baik kembalinya Suriah ke kelompok tersebut setelah diisolasi selama bertahun-tahun. Liga Arab menyuarakan harapan bahwa langkah ini akan berkontribusi untuk stabilitas dan persatuan Suriah.

"(Kita) harus mengintensifkan upaya Arab untuk membantu Suriah menyelesaikan krisisnya," kata deklarasi itu, dikutip dari Al Arabiya, Jumat (19/5/2023).

Menteri Luar Negeri Saudi Pangeran Faisal bin Farhan mengatakan, Saudi akan mengadakan diskusi dengan mitra Barat mengenai hubungan dengan Suriah. Washington dan Eropa telah mengkritik keputusan Liga Arab untuk menormalisasi hubungan dengan rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Liga Arab menangguhkan Suriah pada November 2011 atas tindakan keras rezim Assad yang mematikan terhadap protes. Kekerasan ini kemudian berkembang menjadi konflik yang telah menewaskan lebih dari 500 ribu orang dan membuat jutaan orang mengungsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement