Ahad 21 May 2023 10:49 WIB

ICC tak Terima Jaksanya Masuk Daftar Wanted Rusia

ICC menyesalkan aksi intimidasi Rusia dan merendahkan mandat lembaga ini.

Pemandangan tampak luar Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda, Rabu, 31 Maret 2021. Penuntut Pengadilan Kriminal Internasional telah memberi tahu kombatan dan komandan mereka bahwa dia sedang memantau invasi Rusia ke Ukraina dan memiliki yurisdiksi untuk menuntut kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Foto: AP/Peter Dejong
Pemandangan tampak luar Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda, Rabu, 31 Maret 2021. Penuntut Pengadilan Kriminal Internasional telah memberi tahu kombatan dan komandan mereka bahwa dia sedang memantau invasi Rusia ke Ukraina dan memiliki yurisdiksi untuk menuntut kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM – Pengadilan Kriminal Internasioanl (ICC) merespons balik aksi Rusia yang menerbitkan surat perintah penahanan jaksa ICC, Karim Khan. Kementerian Dalam Negeri Rusia memasukkan nama Khan dalam daftar wanted.

Tindakan Rusia membalas Khan yang dua bulan lalu mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin, dengan tuduhan melakukan kejahatan perang. Putin dianggap memindahkan paksa anak-anak Ukraina ke Rusia.

Menurut Presidensi Majelis Negara Anggota ICC dalam pernyataannya, Sabtu (20/5/2023), kebijakan Rusia yang memasukkan jaksa dan sejumlah haki ICC dalam daftar wanted menjadi perhatian khusus seluruh negara anggota.

‘’Kami menyesalkan aksi intimidasi dan upaya yang tak dapat diterima untuk merendahkan mandat ICC untuk menyelidiki, memberikan sanksi, dan mencegah terjadinya kejahatan internasional,’’ demikian pernyataan ICC.

ICC memperhatikan dengan saksama tindakan tak adil terhadap para pejabat ICC. ‘’Tindakan itu tak bisa diterima. ICC akan mengabaikannya demi melaksanakan mandat.’’ Rusia yang bukan negara anggota ICC, selalu menegaskan surat perintah penahanan terhadap Putin tak sah.  

Khan belum berkomentar mengenai persoalan yang melibatkan dirinya tersebut. Sementara, perwakilan khusus sekjen PBB untuk anak dan konflik bersenjata, Virginia Gamba dalam penyelidikan setelah ada laporan ia bertemu Maria Lvova-Belova di Moskow.

Lvova-Belova merupakan komisioner hak anak Rusia, yang juga dituding ICC terlibat dalam deportasi anak Ukraina ke Rusia. Pemerintah Rusia menyatakan pembicaraan antara kedua belah pihak membuahkan hasil konstruktif.

Kelompok HAM dan sejumlah pejabat senior mencermati isu itu, sejumlah dari mereka menyatakan pertemuan itu tak pantas.

‘’Para korban di Ukraina, pantas melihat Lvova-Belova berada di balik jeruji penjara bukannya bertemua pejabat tinggi PBB,’’ kata Balkees Jarrah, associate director Program Hukum Internasional di Human Rights Watch, seperti dilansir laman berita BBC.

September lalu, Lvova-Belova mengeluhkan sejumlah anak dipindahkan dari Mariupol, membicarakan hal buruk tentang Presiden Putin. Mengeluarkan kata-kata buruk dan menyanyikan lagu kebangsaan Ukraina.

Para pejabat di Kiev mengungkapkan, lebih dari 16 ribu anak Ukraina dipindah paksa dari Ukraina ke Rusia sejak invasi Rusia bermula pada Februari tahun lalu.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement