Selasa 23 May 2023 16:44 WIB

Pengamat Menilai Krisis Ekonomi Justru Untungkan Erdogan di Pilpres

Pemilih tak punya cukup kepercayaan pada oposisi untuk memperbaiki keadaan.

 Kandidat Presiden Turki dan Aliansi Rakyat Recep Tayyip Erdogan, berbicara kepada para pendukungnya saat kampanye pemilu di Istanbul, Turki, Senin (22/5/2023).
Foto: AP Photo/Khalil Hamra
Kandidat Presiden Turki dan Aliansi Rakyat Recep Tayyip Erdogan, berbicara kepada para pendukungnya saat kampanye pemilu di Istanbul, Turki, Senin (22/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA – Presiden Recep Tayyip Erdogan hingga kini masih bertahan setelah 20 tahun berkuasa. Meski, ia berulang kali dibekap krisis politik termasuk percobaan kudeta militer dan aliran pengungsi dari Suriah. Ia kini juga menghadapi krisis ekonomi berupa inflasi tinggi. 

Respons lamban pun memperburuk kondisi warga yang Februari lalu dilanda gempa. Namun, kondisi itu tak membuat masyarakat berpaling. Terbukti, meski tak langsung menang ia unggul di putaran pertama pilpres 14 Mei lalu atas capres oposisi Kemal Kilicdaroglu. Mereka kembali bersaing pada putaran kedua 28 Mei mendatang.

‘’Selama krisis nasional seperti sekarang ini, orang justru biasanya berhimpun di sekitar pemimpinnya. Pemilih tak punya cukup kepercayaan pada oposisi untuk memperbaiki keadaan,’’ kata Gonul Tol, pengamat Middle East Institute di Washington, Selasa (23/5/2023).

Erdogan mendapatkan loyalitas tinggi dari pendukung konservatif dan religius di tengah sekularisme yang berjalan hampir seabad di Turki. Ia memanfaatkan sumber daya yang ada, menggelontorkan anggaran untuk infrastruktur untuk menyenangkan konstituen. 

Associated Press melaporkan, berdasarkan wawancara dengan pengamat dan pemilih, popularitas Erdogan di tengah krisis masih bertahan. Penyebabnya, warga Turki menginginkan stabilitas, tak banyak perubahan. 

Capres Kilicdaroglu, ekonom dan mantan anggota parlemen, menjanjikan menghentikan sejumlah kebijakan ekonomi Erdogan yang kini menyebabkan inflasi. 

Selain itu, Kilicdaroglu hendak mencegah kian jauhnya kecenderungan otoriter Erdogan, termasuk membungkam kebebasan berpendapat. Namun bujukan Kilicdaroglu tak mempan pada para pendukung Erdogan. 

‘’Lihat apa yang sudah negara kita capai dalam 20 tahun terakhir.Oposisi akan mengembalikannya ke 50-60 tahun ke belakang,’’ kata Bekir Ozcelik, penjaga keamanan di Ankara yang memberikan suaranya untuk Erdogan. 

Ia dan pemilih lainnya juga melihat Erdogan saat ini telah berhasil membawa Turki sebagai pemain utama dalam geopolitik. Selain itu, Erdogan dituding mengontrol ketat media untuk meredam kritik terhadapnya.

Ilhan Tasci, anggota pengawas radio dan televisi Turki menyatakan lembaga penyiaran pemerintah, TRT Haber memberikan 48 jam siaran untuk Erdogan sejak 1 April. Kilicdaroglu hanya mendapatkan jatah waktu 32 menit. 

Kilicdaroglu berjanji memperbaiki ekonomi dan mempertahankan hak perempuan mengenakan jilbab di sekolah. Namun janji ini seakan tak didengar. Menurut Gonul Tol, Kilicdaroglu mengubah citra partai oposisi tetapi Erdogan mengendalikan narasi. 

Maka, muncul ketakutan di antara perempuan konservatif yang mengenakan hijab. ‘’Mereka meyakini jika oposisi berkuasa maka akan mendapati kondisi yang buruk.’’

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement