REPUBLIKA.CO.ID, TORONTO -- Sebanyak 30 bayi baru lahir meninggal dunia dengan tragis di rumah sakit sejak permulaan pertempuran di Sudan, menurut Juru Bicara Perserikatan Bangsa-Bangsa Stephane Dujarric pada Kamis (26/5/2023). Dalam pengarahan pers harian, Dujarric menekankan dampak kemanusiaan dari peperangan yang berlangsung di negara itu, dengan menyoroti data dari badan-badan PBB.
"Dalam sepekan, enam bayi baru lahir meninggal dunia di rumah sakit kota Ed Dein baru-baru ini akibat berbagai masalah yang ditimbulkan pertempuran tersebut, termasuk kurangnya oksigen di tengah pemadaman listrik. WHO melaporkan bahwa lebih dari tiga puluh bayi baru lahir meninggal di rumah sakit sejak dimulainya peperangan," kata Dujarric.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) saat ini berhubungan dengan penyedia layanan kesehatan di wilayah itu untuk memberikan dukungan yang diperlukan, tambah dia.
Ketidaksepakatan antara pihak militer Sudan dan kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) terjadi dalam beberapa bulan terakhir atas ide integrasi RSF ke dalam angkatan bersenjata Sudan, yakni syarat utama dari kesepakatan transisi Sudan dengan kelompok-kelompok politik.
Sudan tidak memiliki pemerintah yang berfungsi sejak Oktober 2021 saat militer menggulingkan pemerintahan transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan menyatakan keadaan darurat dalam tindakan yang disebut kekuatan politik sebagai "kudeta".
Periode transisi, yang dimulai pada Agustus 2019 setelah Presiden Omar al-Bashir digulingkan, dijadwalkan berakhir dengan pemilu pada awal 2024. Menurut tim medis setempat, sebanyak 863 warga sipil tewas dan 3.531 orang lainnya mengalami luka sejak pecahnya konflik di Sudan pada 15 April.