Jumat 26 May 2023 13:58 WIB

Afrika Selatan Pertahankan Posisi Nonblok

Adanya konflik Rusia-Ukraina tak menggoyahkan posisi Afsel sebagai negara non blok.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa pada Kamis (25/5/2023) mengatakan, negaranya akan terus menolak seruan untuk meninggalkan kebijakan luar negerinya yang independen dan nonblok.
Foto: AP Photo/Themba Hadebe, File
Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa pada Kamis (25/5/2023) mengatakan, negaranya akan terus menolak seruan untuk meninggalkan kebijakan luar negerinya yang independen dan nonblok.

REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG -- Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa pada Kamis (25/5/2023) mengatakan, negaranya akan terus menolak seruan untuk meninggalkan kebijakan luar negerinya yang independen dan nonblok. Dia menegaskan, Afrika Selatan tidak akan ikut ke dalam kontes kekuatan global.  

"Kami akan mempertahankan posisi kami pada penyelesaian konflik secara damai di manapun konflik itu terjadi,” kata Ramaphosa dalam pidato Hari Afrika di Krugersdorp, sebelah barat Johannesburg, dilaporkan Anadolu Agency.

Baca Juga

Pekan lalu, Presiden mengatakan, pecahnya konflik Rusia-Ukraina tidak akan menggoyahkan pendirian Afrika Selatan sebagai negara nonblok.

“Dengan pecahnya konflik Rusia-Ukraina, ada tekanan luar biasa pada negara itu untuk meninggalkan posisi nonblok dan memihak dalam kontes antara Rusia dan Barat,” kata Ramaphosa.

Pernyataan Presiden Ramaphosa muncul setelah Duta Besar AS untuk Afrika Selatan, Reuben Brigety, mengatakan kepada wartawan, Washington meyakini Afrika Selatan telah memasok senjata kepada tentara Rusia. Brigety mengeklaim, sebuah kapal kargo Rusia, Lady R, yang berlabuh di pangkalan angkatan laut Simon's Town dekat Cape Town antara 6 Desember dan 8 Desember tahun lalu, telah memuat senjata dan amunisi. Kapal itu kemudian kembali ke Rusia.

Ramaphosa mengatakan, tidak ada bukti nyata untuk mendukung tuduhan AS tersebut. Pemerintah Afrika Selatan membentuk penyelidikan independen yang dipimpin oleh pensiunan hakim untuk menentukan fakta. Brigety kemudian meminta maaf kepada pemerintah dan rakyat Afrika Selatan atas komentarnya.

"Kita sekarang juga menyaksikan Afrika terseret ke dalam konflik yang jauh melampaui perbatasan kita sendiri. Beberapa negara, termasuk negara kita, diancam dengan hukuman karena mengejar kebijakan luar negeri yang independen dan mengambil posisi nonblok,” kata Ramaphosa.

Namun, Ramaphosa tidak memerinci hukuman atau siapa yang mengancam mereka. Ramaphosa mengatakan, negara-negara Afrika memiliki kenangan menyakitkan tentang negara adidaya asing yang melakukan perang proksi di tanah Afrika.

“Kami belum melupakan warisan brutal dan mengerikan dari pertama kali benua kami diukir dan dijajah oleh negara-negara Eropa, hanya untuk menemukan diri kami sekali lagi menjadi pion di papan catur selama Perang Dingin. Kami tidak akan kembali ke periode itu dalam sejarah," ujar Ramaphosa. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement