Senin 29 May 2023 07:36 WIB

200 Ribu Keluarga Palestina Kehilangan Bantuan Pangan PBB

Krisis pendanaan telah memaksa WFP untuk memotong bantuan tunai sekitar 20 persen bul

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Pekerja Palestina memuat persediaan makanan yang didistribusikan oleh Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA). Voucher makanan bulanannya dari Program Pangan Dunia PBB (WFP) akan dihentikan bulan depan.
Foto: AP/Adel Hana
Pekerja Palestina memuat persediaan makanan yang didistribusikan oleh Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA). Voucher makanan bulanannya dari Program Pangan Dunia PBB (WFP) akan dihentikan bulan depan.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Pesan yang diterima Aisha Abu Obeid di ponselnya pada awal Mei menghantamnya seperti petir. Voucher makanan bulanannya dari Program Pangan Dunia PBB (WFP) akan dihentikan bulan depan.

“Saya merasa seperti jiwa saya meninggalkan saya. Voucher ini digunakan untuk menutupi kebutuhan sembako bulanan keluarga. Saya menantikannya di awal setiap bulan," kata ibu tujuh anak yang suaminya menganggur dikutip dari Aljazirah.

Baca Juga

Selama satu setengah tahun, keluarga Aisha telah menerima voucher makanan dari WFP senilai 108 dolar AS per bulan, yang mencakup kebutuhan dasar makanan dan sayuran. Pada 11 Mei, WFP mengumumkan dalam sebuah pernyataan, 200 ribu orang atau hampir 60 persen penerima manfaat di Palestina tidak akan lagi menerima bantuan makanan pada Juni. Keputusan itu diambil karena kekurangan dana yang parah bagi badan tersebut.

Krisis pendanaan telah memaksa WFP untuk memotong bantuan tunai sekitar 20 persen bulan ini. Pada Agustus, badan tersebut akan terpaksa menangguhkan operasi di wilayah pendudukan Tepi Barat dan Gaza jika tidak ada dana yang diterima.

Beberapa hari setelah  Aisha menerima peringatan WFP di teleponnya, rumahnya hancur dalam eskalasi terbaru di Jalur Gaza. Pada 13 Mei sore, dia sedang duduk bersama anak-anaknya ketika mendengar teriakan di luar rumah meminta tetangga untuk mengungsi.

“Saya sangat ketakutan dan keluar untuk melihat kerabat kami meninggalkan rumah mereka. Mereka mengatakan kepada saya bahwa rumah di seberang kami telah diperingatkan untuk dibom. Saya segera mengumpulkan anak-anak saya dan kami melarikan diri ke rumah kerabat kami,” ujar Aisha mengenang peristiwa tersebut.

Selama 14 tahun menikah, Aisha mengatakan yang paling membuatnya sedih adalah ketidakmampuannya untuk merencanakan masa depan anak-anaknya. “Kami sibuk di sini dengan mencari nafkah dari hari ke hari. Tidak ada ruang untuk masa depan," ujarnya.

Aisha adalah lulusan sarjana sejarah dan suaminya Suliman memiliki gelar dalam bidang konseling psikologis. Namun mencari pekerjaan yang sesuai di Gaza hampir sama sulitnya dengan mencari makanan yang terjangkau untuk keluarga.

Tingkat pengangguran mencapai 45,3 persen dan dua dari setiap tiga orang berjuang untuk membeli makanan. “Tidak ada kesempatan kerja bagi anak muda dan lulusan,” kata Suliman yang kini mencoba mencari pekerjaan paruh waktu di bidang konstruksi, pertukangan, atau sebagai kuli angkut.

Aisha dan keluarganya saat ini tinggal di rumah kontrakan sampai rumahnya direnovasi. “Selamat datang di kehidupan di Gaza. Ketika kelaparan, kemiskinan, dan perang bersatu," ujarnya.

Perwakilan WFP dan direktur negara di Palestina Samer Abdeljaber mengaku, WFP tidak punya pilihan selain memperluas sumber daya terbatas yang dimiliki untuk memastikan bahwa kebutuhan keluarga yang paling rentan terpenuhi.  WFP sangat membutuhkan 51 juta dolar AS untuk mempertahankan bantuannya di Palestina hingga akhir tahun.

“Kami mendesak para donor pemerintah dan sektor swasta untuk melanjutkan dukungan mereka kepada WFP selama masa sulit ini,” kata Abdeljaber.

Sentimen yang digaungkan oleh WFP dalam pernyataan pada Mei menyatakan, keluarga rentan di Gaza dan Tepi Barat telah terdesak oleh efek gabungan dari meningkatnya ketidakamanan, ekonomi yang memburuk dan meningkatnya biaya hidup yang mendorong ketidakamanan pangan. Dikatakan 1,84 juta warga Palestina atau 35 persen dari populasi tidak memiliki cukup makanan.

“Dukungan donor yang berkelanjutan telah memungkinkan kami untuk menyediakan jalur kehidupan bagi warga Palestina serta membangun solusi pangan berkelanjutan di Palestina. Kami membutuhkan sekarang, lebih dari sebelumnya, untuk memastikan bahwa pekerjaan tidak berhenti," kata Abdeljaber.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement