REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Setelah kembali mengamankan jabatannya, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan kemungkinan akan mempertahankan kebijakan luar negerinya untuk tetap berhubungan dengan Rusia dan Barat. Erdogan menang dalam pemilu putaran kedua, karena dukungan pemilih konservatif.
Menjelang pemilihan, Erdogan menunda menyetujui masuknya Swedia ke dalam aliansi NATO. Erdogan menuduh Swedia terlalu lunak terhadap kelompok-kelompok yang dianggap Ankara sebagai teroris. Selain itu, aksi pembakaran Alquran di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm telah membuat Erdogan geram.
Dengan masa depan politiknya yang sekarang aman, Erdogan mungkin bersedia untuk mencabut keberatannya terhadap keanggotaan Swedia di NATO. Swedia bisa masuk sebagai anggota NATO jika seluruh anggota aliansi menyetujui dengan suara bulat. Turki dan Hongaria adalah dua negara NATO yang belum meratifikasi tawaran tersebut.
“Turki kemungkinan akan memberi sinyal terbuka untuk beberapa bentuk pemulihan hubungan, seperti dengan mendorong ratifikasi parlemen atas aksesi Swedia ke NATO,” kata kepala konsultan risiko geopolitik, Veracity Worldwide, Jay Truesdale.
Di sisi lain, Erdogan juga akan mempertahankan hubungan dengan Rusia yang menjadi andalan untuk energi dan pariwisata Turki. Truesdale mengatakan, Erdogan berhasil mempertahankan kebijakan luar negeri multivektor yang memungkinkan dia memiliki hubungan dengan Rusia, China, dan Timur Tengah.
“Erdogan telah berhasil mempertahankan kebijakan luar negeri multivektor, yang memungkinkan dia untuk memiliki hubungan yang konstruktif dengan Rusia, China, dan negara-negara di seluruh Timur Tengah, bahkan jika ini merugikan aliansi Turki dengan Barat,” kata Truesdale.
Hal itu sering menempatkan Turki di pusat konflik dan debat internasional utama. Turki telah membantu merundingkan kesepakatan untuk memulai kembali ekspor biji-bijian Ukraina sebagai upaya mencegah kekurangan pangan global.
Turki juga mengintervensi secara militer dalam perang sipil Suriah, terlibat dalam eksplorasi gas yang kontroversial di Mediterania. Turki menampung jutaan orang-orang Suriah yang melarikan diri dari kekerasan. Turki kerap mengangkat isu para pengungsi Suriah sebagai pengungkit dalam negosiasi dengan negara tetangganya di Eropa.
Kecenderungan Erdogan untuk bermain di kedua sisi sering membuat sekutunya kesal. Misalnya saja, Turki membeli peralatan militer buatan Rusia dan menolak untuk memberlakukan sanksi terhadap Moskow serta menyediakan drone untuk Ukraina.
Namun, di sisi lain, negara Barat juga memandang Turki punya peran penting dalam geopolitik global. Presiden AS Joe Biden mengatakan, dia berharap dapat terus bekerja sama dengan Turki sebagai sekutu NATO dalam masalah bilateral dan berbagi tantangan global. Biden mengatakan, dia menelepon Erdogan untuk memberikan ucapan selamat atas kemenangan dalam pemilu. Dalam percakapan telepon itu, Biden juga mengangkat beberapa masalah paling kontroversial yang dipertaruhkan.
“Saya berbicara dengan Erdogan dan dia masih ingin mengerjakan sesuatu pada F-16. Saya mengatakan kepadanya bahwa kami menginginkan kesepakatan dengan Swedia. Jadi, mari kita selesaikan itu. Jadi, kami akan kembali berhubungan satu sama lain," kata Biden.
Washington menghapus Turki dari program jet tempur F-35 yang dipimpin AS setelah Pemerintah Erdogan membeli sistem pertahanan udara S-400 Rusia. Turki sekarang berusaha untuk membeli jet tempur F-16.
Dan sebagai tanda bahwa Erdogan juga penting bagi musuh Barat, Presiden Rusia Vladimir Putin menghubungkan kemenangan Erdogan dengan kebijakan luar negerinya yang independen. Kebijakan-kebijakan itu membantu Erdogan mempertahankan popularitasnya meskipun ada tantangan besar di dalam negeri, termasuk ekonomi yang terpukul oleh inflasi tinggi dan gempa dahsyat yang menimbulkan kritik terhadap pemerintahannya.
Erdogan kemungkinan akan melanjutkan upaya untuk menormalisasi hubungan dengan negara-negara Timur Tengah. Erdogan mengakui, negara-negara Teluk tertentu, yang tidak disebutkan namanya, telah memberikan bantuan keuangan kepada Turki untuk membantu menopang perekonomian negara.
Di bawah tekanan domestik yang kuat untuk mengusir jutaan pengungsi Suriah, Erdogan juga berusaha memperbaiki hubungan dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad, setelah bertahun-tahun mendukung pejuang oposisi yang berusaha menggulingkannya. Pemerintah Erdogan berharap pemulihan hubungan dengan Assad dapat mengarah pada pemulangan yang aman bagi para pengungsi. Namun, Damaskus mengatakan, Turki perlu menarik diri dari Suriah Utara yang dikuasainya.
Sementara, AS dan Eropa cenderung mencari dukungan Turki pada beberapa masalah, seperti keanggotaan Swedia di NATO dan aksesi Turki ke Uni Eropa. Pembicaraan aksesi itu terhenti karena kemunduran demokrasi Turki di bawah Erdogan.
“Lima tahun lagi kepemimpinan Erdogan berarti lebih banyak tindakan penyeimbangan geopolitik antara Rusia dan Barat. Turki dan Barat akan terlibat dalam kerja sama transaksional di manapun kepentingan (Turki) mendiktenya dan itu akan memisahkan hubungannya," ujar rekan di Chatham House di London, Galip Dalay.