REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi mengatakan, baik Rusia maupun Ukraina tidak menghormati lima prinsip untuk melindungi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Zaporizhzhia. Hal ini ia sampaikan di Dewan Keamanan PBB.
Selama berbulan-bulan Grossi mencoba untuk merangkai kesepakatan untuk mengurangi resiko bencana nuklir di PLTN Zaporizhzhia dari aktivitas militer. Lima prinsipnya antara lain tidak boleh ada serangan ke atau dari dalam PLTN; tidak boleh ada senjata berat seperti peluncur multi-roket, sistem artileri, dan tank dan personel militer yang ditempatkan di sana.
Grossi juga menyerukan agar pasokan listrik ke PLTN tetap dipertahankan dan aman; semua sistem esensial dilindungi dari serangan atau sabotase; dan tidak ada tindakan yang merusak prinsip-prinsip ini. Kepala pengawas nuklir PBB itu menggambarkan situasi di Zaporizhzhia "sangat rentan dan berbahaya."
"Aktivitas militer di wilayah itu berlanjut dan mungkin akan naik dalam waktu dekat," kata Grossi di rapat Dewan Keamanan PBB, Selasa (30/5/2023).
Sementara Rusia mengatakan akan melakukan segalanya untuk melindungi PLTN yang telah mereka duduki selama lebih dari satu tahun. Tapi tidak secara eksplisit berkomitmen pada lima prinsip Grossi.
"Proposal Pak Grossi untuk memastikan keamanan pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia sesuai dengan langkah-langkah yang sudah kami implementasikan sejak lama," kata Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nabenzia.
Duta Besar Ukraina untuk PBB Sergiy Kyslytsya mengatakan prinsip-prinsip itu harus dilengkapi tuntutan demiliterisasi dan deokupansi penuh. Rusia dan Ukraina saling menyalahkan mengenai tembakan yang menyebabkan listrik ke PLTN Zaporizhzhia terputus.
Aliran listrik ke PLTN sangat penting untuk mendinginkan reaktor yang saat ini mati tapi masih membutuhkan pasokan listrik agar nuklir di dalamnya tetap dingin dan mencegah pencairan. Grossi menggambarkan pertemuan ini sebagai "langkah ke arah yang benar."
Ia mengatakan IAEA akan memperkuat stafnya di Zaporizhzhia dan melacak apakah kelima prinsip dipatuhi. Negara-negara Barat menuduh Rusia yang menginvasi Ukraina pada Februari 2022 lalu membahayakan Zaporizhzhia. Amerika Serikat mendesak Rusia menyingkirkan senjata, personel militer dan sipilnya dari PLTN tersebut.
"Sepenuhnya, sepenuhnya Moskow yang memiliki kendali untuk mencegah bencana nuklir dan mengakhiri perang agresi terhadap Ukraina," kata Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield.
Rusia membantah menempatkan personel militer di PLTN tersebut dan menggambarkan perang yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan mengubah kota-kota menjadi reruntuhan sebagai "operasi militer khusus" untuk "mendenazifikasi" Ukraina dan melindungi pengguna bahasa Rusia.
Ukraina menyebut invasi Rusia sebagai penaklukan wilayah karena Kiev semakin dekat dengan Barat.