Jumat 02 Jun 2023 21:40 WIB

Besok, Erdogan Dilantik Kembali Sebagai Presiden 

Pada malamnya, susunan kabinet diumumkan.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ferry kisihandi
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kanan) ddampingi isterinya Emine Erdogan saat menyampaikan pidato kemenangan di Istana Kepresidenan, Ankara,, Ahad (28/5/2023). setelah unggul dalam pemilu putaran kedua dengan memperoleh suara 52,16 persen.
Foto:

Berikut sekilas tentang karier Erdogan dan beberapa alasan politiknya berumur panjang.

Bukan karena ekonomi

Banyak ahli setuju kesengsaraan ekonomi Turki diakibatkan oleh kebijakan fiskal Erdogan. Ia menurunkan suku bunga sehingga inflasi merajalela. Inflasi di Turki mencapai 85 persen pada Oktober sebelum turun menjadi 44 persen pada April.

Namun, mayoritas pemilih tampaknya tidak mempermasalahkan kebijakan ekonomi Erdogan. Bertahannya popularitas Erdogan di tengah krisis biaya hidup disebabka banyak orang yang lebih memilih stabilitas daripada perubahan.

Satu hal membanggakan bagi banyak pemilih adalah sektor industri militer Turki yang maju pesat. Sepanjang kampanye, Erdogan sering mengutip drone, pesawat terbang, dan kapal perang buatan dalam negeri yang disebut-sebut sebagai pengangkut drone pertama di dunia.

 

Peran di kancah dunia

Erdogan memengaruhi banyak orang Turki dengan cara dia menavigasi panggung dunia.  Pendukungnya menilai dia telah menunjukkan Turki dapat menjadi pemain utama dalam geopolitik dan independen saat terlibat dengan Timur dan Barat.

Turki adalah anggota kunci NATO karena lokasinya yang strategis di persimpangan Eropa dan Asia. Selama masa jabatan Erdogan, negara itu telah terbukti menjadi sekutu NATO yang sangat diperlukan namun kadang-kadang menyusahkan.

 

Kembali ke akar Islam

Erdogan menumbuhkan loyalitas pendukung konservatif dan religius, dengan mengangkat nilai Islam. Dia mengekang kekuatan militer, yang sering ikut campur dalam politik sipil setiap kali negara mulai menyimpang dari sekularisme.  

Dia mencabut aturan yang melarang perempuan mengenakan jilbab di sekolah dan kantor pemerintah. Erdogan juga mengubah Hagia Sophia menjadi masjid, untuk memenuhi permintaan lama dari Islamis Turki. Hagia Sophia merupakan katedral era Bizantium. 

Katedral ini pertama kali menjadi masjid setelah penaklukan Konstantinopel. Namun Hagia Sophia telah berfungsi sebagai museum selama beberapa dekade. Baru-baru ini, Erdogan mengecam LGBTQ+ dengan menyebutnya sebagai ancaman bagi keluarga. 

 

Kendali ketat atas media

Selama beberapa dekade berkuasa, Erdogan mengonsolidasikan kendali atas media. Mayoritas outlet berita Turki kini dimiliki konglomerat yang setia kepadanya.  Dia menggunakan posisinya untuk membungkam kritik dan meremehkan oposisi. 

Pemantau pemilu internasional mengamati, putaran pertama pemilihan presiden pada 14 Mei dan putaran kedua pada 28 Mei bersifat bebas tetapi tidak adil. 

"Pemilih di putaran kedua memiliki pilihan antara alternatif politik yang sebenarnya, liputan media yang bias dan kurangnya aturan yang adil, memberikan keuntungan bagi pejawat,” kata Koordinator Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa, Farah Karimi.

 

 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement