Senin 05 Jun 2023 09:02 WIB

Menhan Ukraina tak Yakin Cina Bisa Bujuk Rusia Akhiri Perang 

Ukraina ingin bukti dulu Rusia siap hidup berdampingan secara damai.

Anggota Garda Nasional Ukraina dari Brigade Bureviy mengikuti latihan militer di wilayah Kyiv pada Kamis (27/4/2023).
Foto: AP Photo/Bernat Armangue
Anggota Garda Nasional Ukraina dari Brigade Bureviy mengikuti latihan militer di wilayah Kyiv pada Kamis (27/4/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA – Ukraina menerima Cina sebagai mediator perdamaian jika mampu membuat Rusia menarik pasukannya dari semua wilayah yang kini mereka kuasai. Syarat ini disampaikan Menhan Ukraina Oleksii Reznikov merespons niat Cina berperan mendorong perdamaian. 

Utusan khusus Cina Li Hiu menuntaskan kunjungan ke Ukraina, Rusia, dan sejumlah negara Eropa lainnya untuk menyamakan pandangan untuk menuntaskan konflik Ukraina. Ia menekankan integritas wilayah semua negara. 

Namun, ia tak memberikan jawaban apakah telah menekan Rusia untuk mengembalikan Semenanjung Krimea dan bagian wilayah timur ke Kiev.‘’Berikan bukti dulu Rusia siap hidup berdampingan secara damai dengan Ukraina,’’ katanya. 

Indikasi pertama adalah pembebasan penuh wilayah Ukraina. ‘’Setelah itu, kami akan percaya negosiator ini memiliki pengaruh atas Rusia. Jika tidak, maaf, atas alasan apa kami duduk bersama dan membuang waktu,’’ kata Reznikov kepada The Straits Times, Ahad (4/6/2023). 

Reznikov yang sempat bertemu singkat Menhan Cina Li Shangfu di sela acara pertemuan menhan, Shangri-La Dialogue di Singapura, menuturkan, dalam pertemuan itu tampak belum jelas apakah Cina berniat menekan Rusia.

‘’Persepsi saya, Cina menjadi saudara tua dan Rusia saudara mudanya. Saudara tua bisa membujuk saudara muda untuk menghentikan perang berdarahnya,’’ katanya. Namun, ini lebih hanya pada harapan bukan keyakinan. 

Perang Ukraina akan mencapai fase menentukan. Ukraina sudah berulang kali menyatakan siap melakukan serangan balik dengan peralatan militer lebih canggih yang selama ini dipasok negara-negara sekutu Barat. 

Reznikov mengecam Presiden Rusia Vladimir Putin terkait potensi penggunaan senjata nuklir. Maret lalu, Putin mengungkapkan rencana menempatkan senjata nuklir taktis di Belarusia, menambah kemampuan menyerang perbatasan timur negara NATO.

Meski begitu, ia agak meragukan juga hal karena melihat kondisi persenjataan Rusia. Uji coba nuklir Rusia lakukan lebih dari 30 tahun lalu. Ditambah lagi, baik Cina maupun India yang mengecam invasi Rusia, terlihat mengesampingkan penggunaan senjata nuklir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement