Eufemisme untuk perang bukanlah hal baru. Presiden Amerika Serikat (AS), Lyndon B Johnson menyebut keterlibatan yang semakin meningkat dalam perang Vietnam sebagai aksi militer terbatas. Sementara invasi AS ke Afghanistan pada 2001 disebut sebagai Operasi Kebebasan Berkelanjutan oleh Presiden AS, George W Bush.
Dalam konflik Afghanistan-Soviet pada 1979 Moskow menganggap invasi itu sebagai operasi untuk memberikan bantuan internasional kepada rakyat Afghanistan yang ramah. “Anda harus ingat dan sadar bahwa SVO ditemukan pada saat mereka mengira akan menang dengan cepat dan tanpa pertumpahan darah, seperti di Krimea,” kata Abbas Gallyamov, mantan penulis pidato Kremlin.
“Tapi sekarang jelas bagi semua orang bahwa ini adalah perang. Dan menjadi jelas sejak lama ketika semua orang menyadari bahwa blitzkrieg telah gagal," ujar Gallyamov.
Transkrip Kremlin menunjukkan, belum lama ini Putin berulang kali menggunakan kata "perang". Dia mengatakan, informasi dan sanksi “perang” yang dilancarkan oleh Barat melawan Rusia, serta menyalahkan Ukraina atas konflik yang kini meluas.
Ketika mengklaim empat wilayah Ukraina sebagai bagian dari Rusia pada September 2022, Putin menggambarkan konflik tersebut sebagai perang. Kemudian pada Oktober dia mengatakan bahwa Barat menghasut perang, dan pada Desember Putin secara lebih eksplisit berbicara tentang “perang" dalam kaitan invasi di Ukraina.
“Cepat atau lambat kita akan sampai pada titik di mana semua orang menyebutnya perang dan mengakuinya sebagai perang. Dan perang bisa berarti darurat militer, mobilisasi ekonomi, mobilisasi militer dan pasukan cadangan," ujar anggota dewan di St Petersburg, Nikita Yuferev.
Kremlin mengatakan, tidak ada rencana darurat militer atau mobilisasi lebih lanjut. Tapi Mei lalu, Putin menyetujui amandemen yang memungkinkan pengerahan pasukan cadangan di bawah darurat militer. Selain itu, perusahaan pertahanan telah bekerja ekstra untuk memasok amunisi dan persenjataan yang dibutuhkan.