REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Presiden Tunisia Kais Saied mengatakan pada Sabtu (10/6/2023), bahwa Tunisia tidak akan menerima menjadi penjaga perbatasan untuk negara lain. Para pemimpin Eropa akan melakukan kunjungan dalam pemantauan jumlah migran yang melintasi Mediterania.
"Solusinya tidak dengan mengorbankan Tunisia, kami tidak bisa menjaga negara mereka," kata Saied saat mengunjungi kota pelabuhan Sfax, titik keberangkatan utama bagi para migran yang ingin mencapai Italia dengan perahu.
Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, dan Ketua Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen akan menawarkan bantuan saat berkunjung pada Ahad(11/6/2023). Bantuan itu dapat membantu Tunisia menghadapi krisis dalam keuangan publiknya.
Lembaga pemeringkat kredit Fitch pada Jumat (9/6/2023), menurunkan peringkat utang Tunisia lebih dalam ke area "junk". Status ini menggarisbawahi kemungkinan Tunis akan gagal bayar pinjaman, mendorong keruntuhan keuangan negara yang dapat menyebabkan kesulitan yang meluas.
Negara-negara Eropa khawatir hal itu akan meningkatkan gelombang besar migrasi lintas-Mediterania tahun ini, terutama dari Tunisia. Namun, paket penyelamatan Dana Moneter Internasional (IMF) telah terhenti selama berbulan-bulan.
Kondisi itu akibat Saied menolak reformasi ekonomi yang diperlukan untuk membuka pinjaman. Negara-negara donor telah mendorongnya untuk mengubah taktik dan Italia telah mendesak IMF untuk menyelesaikan pinjaman tersebut.
Penyeberangan Mediterania yang berbahaya melonjak setelah Saied mengumumkan tindakan keras terhadap migran sub-Sahara pada Februari. Tindakan itu pun dikecam oleh Uni Afrika sebagai penyerangan secara rasial.