REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Asisten Menteri Luar Negeri China Nong Rong menyatakan ketidakpuasannya dengan tanggapan Korea Selatan (Korsel) terhadap pertemuan antara Duta Besar China Xing Haiming dan pemimpin oposisi Korsel. Perselisihan diplomatik antara Beijing dan Seoul terjadi di tengah persaingan sengit antara Washington dan Beijing untuk mendapatkan pengaruh global.
Menurut pernyataan dari Kementerian Luar Negeri China pada Ahad (11/6/2023), Nong mengatakan, tugas Xing untuk bertemu dengan setiap pihak yang berbeda di Korsel. Dia berharap Seoul akan merenungkan hubungan antara kedua negara. Korsel juga dapat bekerja dengan China untuk mempromosikan hubungan yang sehat dan stabil.
Korsel telah berjuang untuk mencapai keseimbangan antara AS yang merupakan sekutu militernya selama puluhan tahun dengan menjalin hubungan bersama China yang merupakan pembeli terbesar barang-barangnya. Namun, posisi ini semakin rumit saat Wakil Menteri Luar Negeri Pertama Korsel Chang Ho-jin memperingatkan Xing atas pernyataan yang dinilai tidak masuk akal dan provokatif pada Jumat (9/6/2023).
Xing melakukan pertemuan dengan pemimpin Partai Demokrat Korsel Lee Jae-myung. Lee merupakan saingan utama Presiden konservatif Yoon Suk-yeol.
Dalam pertemuan itu, Xing menuduh pemerintah Yoon terlalu condong ke Washington dan merusak hubungannya dengan Beijing. Dia mengatakan, Korsel sepenuhnya harus disalahkan atas banyaknya kesulitan dalam hubungan bilateral.
Pernyataan Xing ini mengutip defisit perdagangannya yang meningkat dengan China. Dia mengkaitkan dengan upaya "de-Cinaisasi", yang tampaknya merujuk pada tindakan perusahaan Korsel untuk mengalihkan rantai pasokan jauh dari China.
Komentar itu pun dengan cepat memicu kemarahan dari Seoul. Pemerintah Korsel menuduh Xing melanggar protokol diplomatik dan mencampuri politik dalam negeri.