REPUBLIKA.CO.ID, RABAT -- Menteri Luar Negeri Maroko mengatakan negaranya akan menunda pertemuan puncak negara 'Abraham Accords', yang akan diselenggarakan di negaranya. Pertemuan itu melibatkan negara yang telah menandatangani pakta perdamaian "Abraham Accords."
Menteri Luar Negeri Maroko, Nasser Bourita, mengatakan pada Jumat (23/6/2023), alasan pembatalan pertemuan 'Abraham Accords' itu, di tengah-tengah meningkatnya perselisihan di Tepi Barat, demikian laporan Reuters.
Keputusan Maroko untuk menunda pertemuan 'Abraham Accords' hingga setelah musim panas datang. Penundaan itu juga setelah Israel, memutuskan untuk memperluas pembangunan pemukiman di Tepi Barat, wilayah yang diduduki, dan setelah serangan Israel di Jenin yang menewaskan lima orang.
Menteri Luar Negeri Maroko, Nasser Bourita, juga mengkonfirmasi keputusan tersebut sebagian karena masalah penjadwalan. Penundaan juga karena apa yang disebutnya sebagai "tindakan provokatif dan sepihak" yang "merusak upaya-upaya perdamaian di wilayah tersebut".
Dia mengutuk serangan tentara Israel di Jenin, Tepi Barat, dan menolak keputusan Israel untuk memperluas permukiman di wilayah pendudukan di mana warga Palestina ingin mendirikan sebuah negara merdeka.
Israel mengatakan bahwa operasinya di Jenin dimaksudkan untuk menangkap dua orang Palestina yang dicurigai melakukan serangan. Israel mengumumkan keputusan untuk membangun 1.000 rumah baru di pemukiman Eli di Tepi Barat sebagai tanggapan atas serangan senjata Palestina di dekatnya.
Maroko adalah salah satu dari empat negara Arab, bersama dengan Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Sudan, yang bergerak lebih dekat dengan Israel pada tahun 2020 sebagai bagian dari inisiatif diplomatik yang digerakkan oleh AS.
Rabat meningkatkan hubungan dengan Israel dan setuju untuk bergerak menuju hubungan diplomatik penuh. Hal ini sebagai imbalan atas pengakuan AS atas kedaulatannya atas wilayah Sahara Barat, yang diklaim oleh gerakan kemerdekaan yang didukung oleh Aljazair.
Maroko mengatakan bahwa mereka ingin melihat pembentukan sebuah negara Palestina dengan ibu kotanya di Yerusalem timur sebagai bagian dari solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina.
KTT yang direncanakan ini menyusul pertemuan yang diadakan tahun lalu di gurun Negev, Israel antara Israel, Bahrain, Maroko, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, dan Mesir, yang menyepakati perdamaian dengan Israel pada tahun 1979.
Israel sebelumnya telah mengumumkan bahwa Maroko akan menjadi tuan rumah forum tersebut pada bulan Maret. Dimana Menteri Luar Negeri Israel, Eli Cohen, mengatakan bahwa negara-negara lain yang tidak memiliki hubungan dengan Israel mungkin juga akan hadir. Seorang ajudan Cohen menyalahkan penundaan ini karena sulitnya mengkoordinasikan jadwal.
Maroko, seperti negara-negara Arab lainnya yang menjalin hubungan dengan Israel di bawah Perjanjian Abraham Accord, telah menjadi klien pertahanan Israel yang signifikan. Yair Kulas, seorang pejabat ekspor di Kementerian Pertahanan Israel, mengatakan kepada radio Kan pada Kamis bahwa kesepakatan pertahanan tidak terpengaruh oleh ketegangan atas kebijakan pemerintah Israel terhadap Palestina.