REPUBLIKA.CO.ID, TIANJIN -- Perdana Menteri Cina Li Qiang pada Selasa (27/6/2023) menyatakan bahwa Beijing dengan tegas menentang "politisasi" ekonomi dan perdagangan, dan berjanji akan meningkatkan keterbukaan. Saat menyampaikan pidato dalam pertemuan Forum Ekonomi Dunia atau Summer Davos di Tianjin, Cina, Li menekankan pentingnya keterbukaan dan kerja sama dalam ekonomi dunia.
Dia juga memperingatkan Barat yang berupaya untuk menghilangkan risiko atau mengurangi ketergantungan ekonomi pada Cina. Li menyebut langkah Barat itu tidak berdasar.
"Pemerintah dan organisasi-organisasi terkait tidak seharusnya melampaui batas diri mereka sendiri, apalagi melampaui konsep risiko dan mengubahnya menjadi alat ideologis," kata Li.
Dia mendesak komunitas internasional bekerja sama untuk menjaga industri global dan rantai pasokan tetap stabil, lancar dan aman sehingga hasil globalisasi bisa turut dirasakan ke berbagai negara dan kelompok masyarakat dengan cara yang adil.
Li juga memastikan bahwa Cina akan menjunjung tinggi ekonomi pasar dan mendukung perdagangan bebas untuk menciptakan dunia dengan masa depan ekonomi yang lebih inklusif, tangguh, dan berkelanjutan.
Pernyataan Li itu muncul setelah Presiden AS Joe Biden menyatakan perlunya mengurangi risiko dan memperluas hubungan negaranya dengan Cina, dibandingkan memutuskan hubungan dengan negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Pada Mei, Biden dan para pemimpin Kelompok Tujuh (G7) lainnya juga menyebutkan pengurangan risiko dalam pernyataan bersama mereka setelah pertemuan puncak di Hiroshima, Jepang. Pertemuan tahunan Summer Davos dihadiri sekitar 1.500 peserta dari kalangan bisnis, pemerintah, organisasi internasional, dan akademisi.
Pertemuan itu dihadiri beberapa pejabat negara di antaranya Perdana Menteri Selandia Baru Chris Hipkins, Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh dan Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia Ngozi Okonjo-Iweala.