REPUBLIKA.CO.ID, BANPUR -- Sirene meraung, ambulans Sunil Kumar Naik menerobos pedesaan Banpur yang kering dan berbatu yang dihembuskan oleh panas tengah hari yang berbahaya. Dia bergegas untuk memeriksa seorang pria berusia 30 tahun yang muntah dan pusing dengan kemungkinan akibat serangan panas.
Segera setelah sampai di desa pria itu, mitra paramedis Jitendra Kumar memandu pria yang tertimpa musibah itu ke dalam ambulans. Dia lalu memeriksa denyut nadi dan kadar oksigennya saat Naik kembali ke rumah sakit umum.
Dengan sedikit waktu untuk minum air dan menyegarkan wajah, mereka dikirim lagi. Kali ini untuk menjemput seorang perempuan hamil yang akan melahirkan karena suhu melonjak hingga 43 derajat Celcius.
Banpur, sebuah desa berpenduduk sekitar 13 ribu jiwa, terletak di wilayah Bundelkhand yang sebagian besar miskin jauh di pedalaman India. Area ini gersang dan berbatu, dengan sedikit tutupan pohon untuk melindungi orang-orang di salah satu daerah terpanas di India.
Naik dan Kumar merupakan salah satu dari dua kru ambulans yang melayani desa dan sekitarnya di area itu. Mereka membawa pasien ke pusat kesehatan masyarakat yang dikelola pemerintah.
Pemerintah negara bagian dan federal membantu mendanai layanan ambulans nirlaba, menjadikannya jalur penyelamat gratis bagi pasien. “Saya menganggap setiap pasien sebagai anggota keluarga saya. Saya tidak peduli apakah panas atau jika saya lapar, saya menjalankan misi untuk mengeluarkan pasien dan membawa mereka ke rumah sakit,” kata Naik.
Perlindungan dari panas dan hawa kering bagi Naik adalah handuk putih yang melilit kepalanya. “Sulit bagi saya untuk mengemudikan kendaraan dalam cuaca yang sangat panas, tetapi tidak seberapa dibandingkan dengan kesulitan seorang pasien dalam keadaan darurat medis," ujar pengemudi ambulans itu.
Panas ekstrem dengan cepat menjadi krisis kesehatan masyarakat di India. Lebih dari 150 orang meninggal selama gelombang panas brutal terakhir pada Juni.
Gelombang panas yang berkepanjangan adalah salah satu konsekuensi paling mematikan dari pemanasan global yang dihadapi India. Pemerintah memperkirakan hampir 11 ribu orang meninggal selama gelombang panas abad ini, tetapi para ahli mengatakan angka seperti itu kemungkinan sangat kecil.
Pakar kesehatan mengatakan, panas dapat membunuh secara perlahan dan cepat. Mantan kepala Institut Kesehatan Masyarakat India Gandhinagar Dileep Mavalankar mengembangkan rencana aksi panas pertama India untuk kota Ahmedabad pada 2013.
Rancangan itu dilakukan tiga tahun setelah lebih dari 1.300 orang meninggal akibat gelombang panas di Ahmedabad. Rencana tersebut menetapkan pedoman yang mencakup mengeluarkan peringatan panas ketika suhu naik melewati 41 derajat Celcius.
Pedoman itu pun mendidik orang-orang seperti pekerja luar ruangan, petani, dan lainnya yang terpapar panas tentang risiko yang dihadapi. Pemerintah pun didesak menyediakan sumber daya untuk pusat kesehatan setempat dan rumah sakit untuk menangani penyakit yang berhubungan dengan panas.
“Ketika topan terjadi, semua orang waspada, dan mereka segera bertindak tetapi hanya ada sedikit kesadaran atau tindakan untuk menghadapi panas ekstrem,” kata Mavalankar.
“Perlu ada media peringatan, pemerintah daerah harus memperingatkan masyarakat untuk tetap di dalam rumah dan menyiapkan rumah sakit mereka untuk menangani kasus terkait panas,” katanya.
Aditya Valiathan Pillai dari Center for Policy Research baru-baru ini mempelajari kesiapan India untuk menghadapi cuaca yang sangat panas. Dia mengatakan, rencana yang meliputi pusat pendinginan dan bantuan perawatan kesehatan sangat penting untuk menyelamatkan nyawa.