REPUBLIKA.CO.ID, WASHIGTON – Dukungan tak bersyarat AS membuat pemerintahan sayap kanan Israel meningkatkan kekerasan terhadap Palestina, termasuk di Tepi Barat. Pasukan Israel melakukan serangan terhadap kamp pengungsi Jenin pada Senin (3/7/2023) lalu.
Merespons serangan ini, pada Senin, Gedung Putih menggarisbawahi bahwa tindakan Israel itu sebagai hak untuk membela diri. ‘’Kami mendukung keamanan dan hak Israel untuk membela warganya dari Hamas, Jihad Islam, dan kelompok teroris lainnya,’’ kata Gedung Putih.
Para pengamat menyatakan, respons tersebut mencerminkan sikap Presiden AS Joe Biden yang tak mau mengendalikan sekutu dekatnya di Timur Tengah, padahal Biden selalu menekankan kebijakan luar negeri yang mengagungkan perlindungan terhadap HAM.
Di sisi lain, serangan Israel terhadap Jenin dilakukan dengan skala besar, yang mestinya mendapatkan respons lebih dari AS.
‘’Saya pikir, kita akan terus melihat, seperti waktu sebelumnya, pemerintahan AS melindungi Israel dan membiarkan mereka berbuat sekehendak hatinya,’’ ujar Daniel Levy, presiden lembaga think tank US/Middle East Project, seperti dilansir Aljazirah, Selasa (4/7/2023).
Pemerintahan Biden, tambah dia, tak ingin situasi di Tepi Barat meledak tetapi ia juga tak ingin menanggung risiko retaknya hubungan dengan Israel. Karena itu, dengan kebijakan yang seperti itu dalam hal tertentu akhirnya justru membuat kondisi memburuk.
Dalam pernyataannya, Gedung Putih tak menyebut warga sipil Palestina atau menyerukan deeskalasi. Beberapa waktu kemudian, di hari yang sama, juru bicara Kementerian Luar Negeri AS melengkapi pernyataan dari Gedung Putih.
‘’Mesti ditempuh berbagai cara saksama untuk mencegah hilangnya nyawa warga sipil,’’ kata juru bicara Kementerian Luar Negeri AS. Namun, dia juga menegaskan kembali bahwa Israel punya hak membela rakyatnya.