Kamis 06 Jul 2023 22:17 WIB

PBB Sebut Myanmar Terus Jatuh ke dalam Kekerasan yang Mematikan

PBB bahkan tidak bisa membayangkan rakyat Myanmar yang menanggung penderitaan.

Seorang pria mendorong gerobak dengan botol air minum di jalan di Yangon, Myanmar.
Foto: EPA-EFE/NYEIN CHAN NAING
Seorang pria mendorong gerobak dengan botol air minum di jalan di Yangon, Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (HAM PBB) Volker Turk mengatakan bahwa Myanmar terus jatuh ke dalam kekerasan yang mematikan karena keinginan otoritas militer yang sembrono. Dalam dialog interaktif tentang isu Myanmar di sesi ke-53 Dewan HAM PBB yang berlangsung di Jenewa, Kamis (6/7/2023), Turk mengatakan, tidak mungkin membayangkan rakyat Myanmar bisa menanggung lebih banyak penderitaan.

"Namun, negara itu terus terjun bebas ke dalam kekerasan yang lebih dalam dan menyengsarakan," ujar dia, mengutip Anadolu, Kamis.

Baca Juga

Turk menyoroti kenaikan harga kebutuhan yang melonjak, kemiskinan yang memburuk, eksploitasi sumber daya alam, penangkapan sewenang-wenang, penghilangan paksa, serta penyiksaan di Myanmar sejak kudeta militer 1 Februari 2021.

"Laporan yang saya sampaikan kepada Dewan hari ini berfokus pada penolakan sistematis oleh militer atas bantuan kemanusiaan untuk menyelamatkan nyawa warga sipil," kata dia.

"Mereka telah menerapkan serangkaian hambatan hukum, keuangan, dan birokrasi untuk memastikan orang-orang yang membutuhkan tidak menerima dan tidak dapat mengakses bantuan," ujar Turk melanjutkan.

Dia kemudian memaparkan bahwa sebanyak 15,2 juta orang membutuhkan dukungan makanan dan nutrisi secepatnya. "Sangat mendesak bagi kita untuk memulihkan semua kondisi yang diperlukan bagi rakyat Myanmar untuk menemukan jalan keluar dari penderitaan, dan untuk menjalani hidup mereka dalam kebebasan dan keamanan," kata Turk.

Myanmar telah dihantui lingkaran kekerasan dan krisis ekonomi sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih dan melancarkan serangan brutal untuk menumpas perbedaan pendapat pada 2021.

sumber : Anadolu
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement