REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia menjadi tuan rumah Pertemuan Menteri Luar Negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), yakni ASEAN Ministerial Meeting/Post Ministerial Conference (AMM/PMC) yang akan berlangsung di Jakarta pada 10-14 Juli 2023.
"AMM/PMC merupakan salah satu mekanisme ASEAN yang memiliki peran penting sebagai convening power, di mana budaya komunikasi dan dialog terus berusaha dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip Piagam PBB, Piagam ASEAN, dan hukum internasional," kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (7/7/2023).
Pertemuan tersebut akan diikuti oleh total 29 negara anggota ASEAN serta mitra-mitranya, juga ASEAN Secretariat dan Uni Eropa.
Retno menyebut tingkat kehadiran di tingkat menlu sangat tinggi, meskipun pertemuan ASEAN diselenggarakan hanya beberapa hari setelah pertemuan para menteri Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Vilnius, Lithuania.
"Hingga hari ini sudah terdaftar 1.165 delegasi dan 493 wartawan yang akan hadir selama rangkaian AMM/PMC," ujar Retno.
ASEAN Ministerial Meeting/Post Ministerial Conference (AMM/PMC)akan terdiri dari total 18 pertemuan, yaitu pertemuan untuk membahas Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ), pertemuan dengan Komisi HAM Antarpemerintah ASEAN (AICHR), pertemuan para menlu ASEAN dalam format plenary dan retreat.
Kemudian, pertemuan dilanjutkan dengan pertemuan para menlu ASEAN dengan negara mitra dialog yakni India, Selandia Baru, Rusia, Australia, China, Jepang, Korea Selatan, Uni Eropa, Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat, serta ASEAN Plus Three, East Asia Forumdan ASEAN Regional Forum.
Guna menjaga stabilitas, perdamaiandan ketahanan ekonomi di kawasan, Indonesia sebagai Ketua ASEAN tahun ini mengedepankan sejumlah isu dalam pertemuan AMM/PMC.
Pertama, Indonesia menekankan pentingnya memperkuat penegakan prinsip-prinsip Piagam ASEAN dan berbagai tata perilaku seperti Traktat Persahabatan dan Kerja Sama (TAC), SEANWFZ, maupun Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik (AOIP) guna terciptanya perdamaian, keamanan, stabilitas, dan kemakmuran kawasan.
Kedua, Indonesia turut mendorong penguatan langkah-langkah membangun kepercayaan (CBM) sambil mulai memperkuat diplomasi pencegahan (preventive diplomacy).
"Dalam kaitan ini, saya akan mendorong agar mekanisme China, Jepang, Korea dapat direvitalisasi kembali. Mekanisme ini sangat penting bagi stabilitas dan kemakmuran kawasan," ujar Menlu Retno.
Ketiga, Indonesia mendorong negara-negara pemilik senjata nuklir (NWS) untuk mengaksesi Protokol Traktat SEANWFZ.
Sementara keempat, Indonesia mendorong ASEAN untuk segera menyelesaikan pedoman untuk mempercepat penyelesaian negosiasi panduan tata perilaku (CoC) di Laut China Selatan.
Kelima, kata Retno, Indonesia juga mendorong penyelesaian pembentukan ASEAN Maritime Outlook yang akan menjadi dokumen yang sangat strategis untuk memperkuat sinergi dan menghindari duplikasi kerja sama maritim, yang selama ini dilakukan oleh 12 badan sektoral ASEAN, serta sebagai rujukan negara mitra dalam kerja sama maritim dengan ASEAN.
"Keenam, membahas kerja sama konkret dalam rangka memperkuat ketahanan pangan, arsitektur kesehatan kawasan, penguatan kerja sama maritim dan transisi energi termasuk ekosistem kendaraan listrik," ujar Retno.
Ketujuh, untuk pertama kalinya implementasi AOIP diarusutamakan dalam pembicaraan dengan negara mitra, dengan fokus pada pembahasan kerja sama konkret.
Kedelapan, untuk pertama kalinya juga ASEAN melibatkan Asosiasi Negara-negara Lingkar Samudera Hindia (IORA) dan Forum Negara-negara Pulau Pasifik (PIF) sebagai bagian dari pelaksanaan AOIP untuk menjaga stabilitas dan perdamaian kawasan.
"Pendekatan dengan IORA dan PIF akan dilakukan pada KTT September nanti, sementara peta jalan MoU kerja sama antara ASEAN Secretariat dan PIF Secretariat terus dimatangkan," kata Retno.