Sabtu 08 Jul 2023 14:29 WIB

Pakar PBB Desak Arab Saudi Bebaskan Dua Perempuan yang Dipenjara Karena Cicitan Mereka

Mereka ditangkap di dua kasus yang berbeda pada tahun 2021.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nidia Zuraya
Borgol, ilustrasi. Pemerintah Arab Saudi memenjarakan dua perempuan yang mengkritik kerajaan lewat media sosial Twitter.
Foto: Blogspot
Borgol, ilustrasi. Pemerintah Arab Saudi memenjarakan dua perempuan yang mengkritik kerajaan lewat media sosial Twitter.

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Pakar hak asasi manusia Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) meminta Arab Saudi segera membebaskan dua perempuan yang ditahan dan diabaikan hak-hak dasarnya setelah mengkritik kerajaan lewat media sosial Twitter. Salma al-Shebab dihukum 34 tahun penjara dan Nourah binti Saeed al-Qahtani dihukum 45 tahun penjara pada musim panas tahun lalu.

Mereka ditangkap di dua kasus yang berbeda pada tahun 2021. Pengadilan khusus yang awalnya dibentuk untuk mengadili tersangka terorisme tapi kemudian mandatnya diperluas di tengah upaya pembungkaman pemerintah Arab Saudi, menyatakan dua perempuan itu bersalah.  

Baca Juga

Catatan hak asasi manusia Arab Saudi menarik perhatian saat kerajaan membuat terobosan dalam industri olahraga. Seperti menarik bintang-bintang sepakbola dan merger dengan turnamen golf PLG Tour.

Dalam laporannya panel pakar independen yang ditugaskan Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB untuk menyelidiki penahanan sewenang-wenang, mengatakan proses hukum dua perempuan itu ditolak. Kelompok Kerja pada Penahanan Sewenang-wenang mengatakan terdapat tuduhan 'kredibel' al-Shebab menjadi 'subjek kekejaman, tidak manusiawi atau penurunan martabat' saat dilarang melakukan komunikasi selama dua pekan setelah ia ditangkap.

Kelompok Kerja mengatakan vonis Pengadilan Pidana Khusus pada perempuan itu diyakini "tidak bisa dianggap pengadilan independen dan imparsial" dan pemerintah menerapkan menerapkan ketentuan undang-undang anti-terorisme dan kejahatan siber yang tidak jelas dan terlalu luas.

"Penangkapan, perlakuan dan lamanya hukuman Ibu al-Shebab dan Ibu al-Qahtani mengindikasi mereka didiskriminasi karena aktivitas hak asasi manusia mereka dan membagikan pandangan mereka dengan damai di media sosial," kata Kelompok Kerja itu dalam laporannya, Jumat (7/7/2023).

"Langkah untuk memperbaikinya yang tepat adalah dengan segera membebaskan (mereka) dan memberi mereka hak kompensasi yang dapat ditegakkan dan reparasi lainnya," tambah kelompok itu.

Kementerian Media, Kementerian Budaya dan Informasi, dan Kementerian Luar Negeri Arab Saudi belum merespon permintaan komentar. Laporan setebal 17 halaman mencakup respon pemerintah Arab Saudi yang mengatakan tuduhan pelanggaran HAM tidak mendasar dan mempertanyakan sumber informasinya.

Arab Saudi juga mengatakan laporan itu gagal memberikan bukti yang mendukung. Riyadh juga bersikeras Pengadilan Pidana Khusus independen.

Direktur kelompok HAM MENA yang bermarkas di Jenewa, Ines Osman mengatakan kelompoknya salah satu dari organisasi HAM yang berkontribusi dalam laporan tersebut. Ia mengatakan lamanya hukuman "ditunjukan sebagai contoh."

"Ini mengirim pesan ini yang terjadi bila anda berbicara, dan bila anda berpikir hanya akan menggunakan Twitter untuk membagikan pikiran anda, ini tidak akan terjadi," katanya.

Kepala ALQST, lembaga pemantauan HAM di Arab Saudi yang berbasis di London, Lina Alhathloul menyambut baik keterlibatan PBB dalam mengungkapkan penangkapan itu. "Ini membuat pemerintah sadar walaupun mereka mencoba menutupi pelanggaran, meski mereka berusaha menutupi penangkapan sewenang-wenang, hal itu akan diketahui," katanya.

Saudari Alhathloul yakni Louijan Alhathloul, merupakan aktivis HAM Arab Saudi yang mengadvokasi pencabutan larangan perempuan mengemudi. Arab Saudi mencabut larangan itu pada tahun 2018 dalam upaya reformasi sosial untuk mengubah kehidupan sehari-hari negara itu.

Namun di tahun yang sama pihak berwenang Arab Saudi menangkap Louijan dan aktivis lain selama tiga tahun dan melarang mereka berpergian yang masih berlaku hingga saat ini.

'Tidak ada yang bisa menjadi bagian dari perubahan, tidak ada yang bisa mengkritik apapun, anda membangun masyarakat dimana warga diberangus, orang-orang dibutakan, dimana masyarakat selalu takut," kata Alhathoul.

Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman merupakan penguasa yang mendorong reformasi sosial tapi juga menggelar operasi pembungkaman para pembangkang. Intelijen Amerika Serikat (AS) menemukan kemungkinan ia menyetujui pembunuhan jurnalis dan kolumnis Washington Post Jamal Khashoggi di Turki tahun 2018 lalu.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement