REPUBLIKA.CO.ID, SARAJEVO -- Ratusan orang berbaris di jalan utama ibu kota Bosnia ketika sebuah truk yang membawa 30 peti mati melintas dalam perjalanan ke Srebrenica pada Ahad (9/7/2023). Peti mati itu membawa para korban yang baru diidentifikasi dari satu-satunya genosida yang diakui di Eropa sejak Perang Dunia II.
Ketika truk ditutupi dengan bendera Bosnia yang besar berhenti sebentar di depan gedung kepresidenan negara itu, anggota kerumunan menyelipkan bunga ke dalam penutup. Tudung itu menyembunyikan sisa-sisa korban yang ditemukan di kuburan massal dan diidentifikasi melalui analisis DNA. Mayat-mayat tersebut akan dimakamkan pada peringatan 28 tahun pembantaian tersebut.
“Sangat menyedihkan bahwa ratusan korban masih belum ditemukan dan beberapa orang masih menyangkal genosida (di Srebrenica),” kata Ramiza Gandic yang datang untuk memberikan penghormatan.
Korban pembantaian Srebrenica yang baru diidentifikasi dimakamkan kembali setiap tahun pada 11 Juli. Tanggal itu bertepatan dengan hari dimulainya pembunuhan pada 1995, di permakaman peringatan yang luas dan terus berkembang di luar kota timur. Sejauh ini, sisa-sisa korban lebih dari 6.600 orang telah ditemukan dan dimakamkan kembali di sana.
Pembunuhan Srebrenica adalah puncak berdarah dari perang Bosnia pada 1992 hingga 1995. Momen ini terjadi setelah pecahnya Yugoslavia yang membuat orang Serbia Bosnia melawan dua populasi etnis utama negara itu, yaitu Kroasia dan Bosniak.
Pada Juli 1995, orang-orang Serbia Bosnia menyerbu tempat persembunyian yang dilindungi oleh PBB di Srebrenica. Mereka memisahkan setidaknya 8.000 pria dan anak laki-laki Muslim Bosniak dari istri, ibu, dan saudara perempuan. Mereka mengejar melalui hutan di sekitar kota naas itu dan membantainya.
Para pelaku kemudian membuang tubuh korban ke kuburan massal yang dibuat dengan tergesa-gesa. Kemudian mereka gali kuburan itu dengan buldoser, menyebarkan sisa-sisa korban lainnya di antara situs pemakaman untuk menyembunyikan bukti kejahatan perang itu.
Pembantaian tersebut telah dinyatakan sebagai genosida oleh pengadilan internasional dan nasional. Namun, tetap saja, para pemimpin Serbia di Bosnia dan tetangganya Serbia terus meremehkan, bahkan menyangkalnya, meskipun ada bukti yang tidak terbantahkan atas peristiwa yang terjadi.