REPUBLIKA.CO.ID, VILNIUS -- Negara-negara anggota Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mengatakan sangat khawatir dengan "aktivitas jahat" Iran di wilayahnya. Aliansi pertahanan itu meminta Teheran berhenti memberikan dukungan militer ke Rusia termasuk memasok drone.
"Kami meminta Iran untuk menghentikan dukungan militer ke Rusia, terutama pengiriman Pesawat Tanpa Awak (UAV) yang mana digunakan untuk menyerang infrastruktur penting, menimbulkan banyak korban jiwa sipil," kata NATO dalam deklarasi akhirnya di pertemuan tahunan yang digelar di Lithuania, Selasa (11/7/2023).
"Kami mengungkapkan kekhawatiran serius mengenai aktivitas jahat Iran di wilayah Sekutu," kata NATO.
Isu pesawat tanpa awak atau drone Iran yang digunakan Rusia dalam invasinya ke Ukraina juga menjadi titik perselisihan Barat dengan Rusia dan Iran di Dewan Keamanan PBB pekan lalu. Iran diduga melanggar kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) dengan mengirimkan drone ke Rusia.
Dalam pertemuan di Dewan Keamanan PBB, Wakil Duta Besar AS Robert Wood menuduh Iran dan Rusia berpartisipasi pengiriman drone yang digunakan di Ukraina tanpa persetujuan Dewan Keamanan. AS, Inggris, Prancis dan Ukraina mendesak Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengirim investigator ke Ukraina untuk memeriksa puing-puing drone yang digunakan Rusia untuk menyerang Ukraina.
Tiga negara itu yakin resolusi 2231 memberi Guterres mandat untuk membuka penyelidikan. Sementara Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia bersikeras tidak ada wewenang semacam itu.
Nebenzia juga memperingatkan Sekretariat PBB menentang tindakan semacam itu. Duta Besar Iran untuk PBB Amir Saeid Iravani menambahkan setiap temuan PBB yang ditemukan dari "aktivitas ilegal seperti itu batal demi hukum."
Di pertemuan tersebut Duta Besar Ukraina untuk PBB Sergiy Kyslytsya mengatakan tercatat sudah lebih dari 1.000 drone diluncurkan ke Ukraina. Ia menambahkan pakar Ukraina dan internasional mengkonfirmasi drone-drone itu berasal dari Iran.