Rabu 12 Jul 2023 17:00 WIB

Gadis Pintar Susah Dapat Jodoh? Jepang Ingin Hapus Stigma Ini

Ada anggapan gadis-gadis berkarier di bidang STEM sulit dapat suami.

Bendera Jepang
Foto: techgenie.com
Bendera Jepang

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO – Yuna Kato, mahasiswi  tahun ketiga di salah satu universitas teknik papan atas Jepang, mempunyai cita-cita berkarier di bidang riset. Namun, ia juga dihinggapi kekhawatiran jika memiliki anak maka kariernya bakal segera berakhir. 

Kato mengatakan, para kerabatnya mencoba mengalihkannya dari sains teknologi, teknik, dan matematika (STEM). Sebab mereka beranggapan, perempuan yang bergulat di STEM biasanya terlalu sibuk bekerja sehingga lupa waktu untuk berkencan atau buat keluarga. 

Dengan kondisi semacam itu, gadis-gadis yang berkarier di bidang STEM sulit mendapatakan suami.’’Nenek dan ibuku sering bilang ada banyak bidang non-STEM di luar sana jika saya kelak ingin membesarkan anak-anak,’’Kato, Rabu (12/7/2023). 

Kato berusaha untuk tetap pada minatnya. Namun, banyak insinyur perempuan memilih jalan yang berbeda darinya karena stigma sosial tersebut. Membuat Pemerintah Jepang sakit kepala karena kian berkurangnya perempuan di bidang ilmu pasti. 

Di bidang teknologi informasi (TI), Jepang mesti memenuhi kekurangan 790 ribu pekerja pada 2030 mendatang. Ini disebabkan semakin berkurangnya insinyur perempuan dalam jumlah besar. Para ahli mengingatkan dampak kondisi ini. 

Di antaranya menurunnya inovasi, produktivitas, dan daya saing negara. Padahal Jepang selama ini mengandalkan itu semua dalam mewujudkan diri sebagai kekuatan ekonomi ketiga dunia dalam seabad terakhir. 

‘’Ini sangat kehilangan bagi bangsa,’’ kata Yinuo Li, seorang pendidik berwarga negara Cina bergelar PhD di bidang biologi molekuler, yang minatnya digunakan untuk boneka Barbie sebagai model perempuan di bidang STEM. 

‘’Jika Anda tak memiliki keseimbangan gender, teknologi Anda akan mengalami kehilangan arah dan tak efisien,’’ ujar ibu dari tiga anak tersebut yang berada di Jepang mengikuti program pertukaran budaya antara Jepang dan Cina. 

Peringkat Jepang berada di papan bawah di antara negara-negara makmur. Yakni hanya 16 persen mahasiswi yang mengambil jurusan di teknik, manufaktur, dan konstruksi. Hanya satu saintis perempuan di antara tujuh saintis. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement