REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM – Hubungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dengan Presiden AS Joe Biden masih belum mulus. Meski ada hubungan erat antara kedua dalam bidang intelijen dan militer, kedua pemimpin terlibat dalam ketegangan.
Meski pemerintahan sayap kanan Netanyahu terbentuk Desember 2022, hingga sekarang dia belum diundang Biden ke Gedung Putih. Tak seperti kebiasaan pemerintahan AS sebelum-sebelumnya terhadap Israel.
Pandangan miring Biden atas pemerintahan Netanyahu tersampaikan dalam wawancaranya dengan CNN, Ahad (9/7/2023), ia menyatakan, koalisi pemerintahan Netanyahu memiliki sejumlah anggota paling ekstrem sepanjang sejarah yang pernah ia lihat di Israel.
Biden juga menyatakan, "Para menteri Israel yang ingin membangun permukiman di setiap sudut Tepi Barat merupakan bagian dari masalah." Kritikan ini memicu serangan balik dari beberapa menteri Israel dan anggota parlemen Israel (Knesset).
"Biden bersikap kasar. Bahkan, mantan presiden Barack Obama tak berani berkata demikian,’’ ujar seorang sumber yang dekat dengan Netanyahu kepada Channel 13, seperti dilansir laman Middle East Monitor, Rabu (12/7/2023).
Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir juga menyampaikan pernyataan tajam ke Biden. "Presiden Biden harus menyadari Israel bukan lagi bintang lain pada bendera Amerika," katanya melalui akun Twitter.
Ia mempertanyakan, apa dasarnya Biden menyebutnya sebagai ekstremis. ‘’Apakah dengan memberikan senjata kepada warga Israel sehingga mereka bisa membela diri? Apakah karena saya mendukung penuh tentara dan pegawai saya?’’
Dalam cuitan selanjutnya, ia mengundang Biden berkeliling Yerusalem dan Hebron sehingga bisa melihat ekstremisme pihak Israel itu ekstrem. Danny Danon, anggota Knesset dari Partai Likud yang mendukung Netanyahu, juga bersikap kritis.
‘’Saya menghormati AS, kawan karib, tetapi kebijakan Israel ditentukan hanya oleh pemerintahan di Yerusalem yang dipilih secara demokratis oleh rakyat Israel,’’ klaim Danon. Orang Amerika, jelas dia, tahu bahwa di negara demokratis kebijakan ditentukan pemerintahan terpilih.
Namun pemimpin oposisi dan mantan perdana menteri Yair Lapid membela Biden. ‘’Presiden Biden benar saat menyatakan ini merupakan pemerintahan paling ekstrem dalam sejarah Israel,’’ katanya.
Alih-alih menjaga keamanan, ekonomi, dan hubungan luar negeri, jelas dia, mereka berusaha mengorupsi negara dan memberangus demokrasi. Nadav Tamir, CEO of J Street Israel, menyebut kritik Biden sebagai rasa simpati atas masa depan Israel.
Menurut dia, Presiden Biden telah lebih dari 50 tahun memberikan dukungan pada Israel. Ketika ia menyatakan pemerintahan saat ini merupakan salah satu yang paling ekstrem yang pernah dilihatnya, maka Israel mestinya menyimaknya.