REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Duta Besar Korea Utara (Korut) untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kim Song melakukan pembelaan yang langka atas peluncuran rudal balistik antarbenua (ICBM) di depan Dewan Keamanan (DK) pada Kamis (13/7/2023). Dia menyatakan, peluncuran tersebut merupakan pelaksanaan hak untuk membela diri.
"Untuk mencegah gerakan militer berbahaya dari pasukan musuh dan menjaga keamanan negara kita," ujar utusan negara itu selama penampilan yang langka.
Menurut keterangan para diplomat, Korut terakhir berbicara pada pertemuan DK PBB tentang program rudal nuklir dan balistiknya pada Desember 2017. Negara dengan nama resmi Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK) ini telah berada di bawah sanksi PBB untuk program rudal dan nuklirnya sejak 2006.
DK yang beranggotakan 15 negara bertemu setelah Korut menguji ICBM Hwasong-18 terbaru pada Rabu (12/7/2023). Pyongyang menegaskan, senjata itu adalah inti dari kekuatan serangan nuklirnya.
"Kami dengan tegas menolak dan mengutuk pertemuan Dewan Keamanan oleh Amerika Serikat dan para pengikutnya," kata Kim Song kepada DK PBB.
Selama beberapa tahun terakhir, DK PBB telah terpecah tentang cara menangani Pyongyang. Rusia dan Cina yang memiliki kekuatan veto menegaskan lebih banyak sanksi tidak akan membantu dan menginginkan tindakan dilonggarkan.
Cina dan Rusia menyalahkan latihan militer bersama oleh Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel) karena memprovokasi Korut. Sementara Washington menuduh Beijing dan Moskow memberi keberanian Pyongyang dengan melindunginya dari lebih banyak sanksi.
“Rusia dan Cina telah mencegah dewan ini untuk berbicara dengan satu suara. Dan dengan peluncuran berulang kali ini, Pyongyang menunjukkan bahwa mereka merasa berani,” kata Wakil Duta Besar AS untuk PBB Jeffrey DeLaurentis kepada DK PBB.
DeLaurentis mengatakan, AS berkomitmen untuk diplomasi, secara publik dan pribadi hingga di tingkat senior kami telah berulang kali mendesak DPRK untuk terlibat dalam dialog," ujarnya.
Menurut DeLaurentis, Washington telah menjelaskan bahwa tidak ada prasyarat untuk keterlibatan dialog. Mereka akan menerima pembahasan topik apa pun yang menjadi perhatian Pyongyang.
"DPRK belum menanggapi tawaran kami," kata DeLaurentis.
Duta Besar Cina untuk PBB Zhang Jun mengatakan kepada DK PBB, bahwa negaranya berkomitmen untuk denuklirisasi Semenanjung Korea dan penyelesaian masalah melalui dialog. Dia menggambarkan situasinya dalam kondisi tegang dan menjadi semakin konfrontatif.
Zhang menegaskan, Beijing telah mencatat peluncuran rudal terbaru Pyongyang. "Perang Dingin telah lama berakhir, tetapi momok mentalitas Perang Dingin tetap ada. Itu tidak hanya membuat masalah Semenanjung menjadi sulit diselesaikan, tetapi juga mengintensifkan antagonisme dan konflik di seluruh dunia," katanya.