REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi mengakui isu Myanmar sangat kompleks. Indonesia selaku ketua ASEAN tahun ini mengeklaim sudah melakukan kertelibatan ekstensif dan intensif dengan berbagai pihak dan pemangku kepentingan di Myanmar. Namun aksi kekerasan di sana masih berlangsung.
“Isu Myanmar sangat kompleks. ASEAN harus melakukan hal yang tepat sejalan dengan Lima Poin Konsensus (Five Points of Consensus),” kata Retno saat memberikan keterangan pers di hari terakhir perhelatan ASEAN Foreign Ministers Meeting (AMM) dan Posi Ministerial Conference (PMC) yang digelar di Hotel Shangri-la, Jumat (14/7/2023).
Dia menekankan, Indonesia sebagai ketua ASEAN tahun ini akan terus mengambil langkah yang tepat untuk menangani krisis Myanmar. “Dan kita harus melakukan hal yang tepat untuk rakyat Myanmar,” ujarnya.
Menlu mengatakan, implementasi Lima Poin Konsensus masih merupakan prioritas bagi ASEAN untuk membantu Myanmar. Dia menyebut keterlibatan Indonesia dengan berbagai pihak di Myanmar mendapat dukungan penuh. Seluruh negara anggota ASEAN juga sepakat mendorong dilakukannya dialog inklusif di Myanmar. “Negara anggota ASEAN mengecam masih terus berlangsungnya penggunaan kekerasan,” ucap Retno.
Beberapa menlu mitra ASEAN menyoroti isu Myanmar saat berpartisipasi dalam rangkaian AMM/PMC yang digelar sejak 11 Juli 2023. Menlu Amerika Serikat (AS) Antony Blinken, misalnya, mendesak ASEAN agar menekan junta Myanmar agar menghentikan kekerasan.
“Untuk (isu) Myanmar, kita harus menekan rezim militer untuk menghentikan kekerasan, untuk menerapkan ASEAN Five Points of Consensus, untuk mendukung kembalinya pemerintahan yang demokratis,” kata Blinken saat menghadiri ASEAN-United States PMC pada Jumat.
Dia menambahkan, AS baru saja mengumumkan pemberian bantuan kemanusiaan tambahan sebesar 74 juta dolar untuk kawasan. “Termasuk hampir 61 juta dolar AS untuk mendukung Rohingya yang terusir akibat kekerasan yang sedang berlangsung di Myanmar,” ujarnya.
Sebelum Blinken, Menlu Kanada Melanie Joly juga menyoroti kian memburuknya situasi di Myanmar. Hal itu disampaikan ketika dia menyinggung tentang tantangan regional saat berpartisipasi dalam ASEAN-Canada PMC, Kamis (13/7/2023).
“Sebagai contoh situasi di Myanmar terus memburuk. Krisis politik, ekonomi, keamanan, dan kemanusiaan bertambah, jumlah korban sipil bertambah, dan ancaman terhadap keamanan regional meningkat,” ujar Joly.
Joly menekankan, Kanada mendukung sentralitas dan kepemimpinan ASEAN dalam menanggapi krisis di Myanmar. “Termasuk melalui Five Points of Consensus dan pekerjaan kantor utusan khusus (ASEAN untuk Myanmar),” ujar diplomat berusia 44 tahun tersebut.
Dia menambahkan, Kanada mendukung upaya menuju Myanmar yang damai dan demokratis, termasuk solusi jangka panjang bagi para pengungsi Rohingya. “Kekerasan yang dilakukan oleh militer harus diakhiri dan dukungan kemanusiaan harus menjangkau mereka yang paling membutuhkan,” kata Joly.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell turut menyinggung tentang isu Myanmar saat menghadiri ASEAN-European Union PMC pada Kamis lalu. Dia menegaskan bahwa perhimpunan Benua Biru tak mengakui pemerintahan junta Myanmar. “Kami tidak mengakui junta militer dan percayalah Anda akan menemukan solusi untuk mengatasi masalah (Myanmar) ini,” ujar Borrell kepada para menlu ASEAN.